KONTEKS.CO.ID - Konflik di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini dianggap sangat pelik dan sulit untuk kembali seperti semula.
Menurut Kiai Imaduddin Utsman al-Bantani, pendiri Pondok Pesantren Salafi Nahdlatul Ulum, perpecahan makin rumit karena masing-masing kubu sudah membongkar “aib” dan rahasia internal ke publik.
Salah satu isu utama adalah dugaan aliran dana Rp100 miliar yang diangkat kubu Rais Aam KH Miftahul Ahyar sebagai alasan pemecatan Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf.
Dugaan pelanggaran syara’ ini menjadi salah satu pertimbangan dalam Risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU.
Sebaliknya, kubu Gus Yahya menyoroti tindakan menahan atau tidak menandatangani SK sejumlah pengurus cabang NU oleh Sekjen PBNU Syaifullah Yusuf (Gus Ipul), yang kini berada di pihak Rais Aam.
“Melihat kondisi ini, sulit untuk mengembalikan PBNU seperti sebelumnya,” ungkap Kiai Imaduddin.
Solusi Legowo Menurut Kiai Imaduddin
Kiai Imaduddin menilai, satu-satunya jalan adalah agar seluruh aktor utama, Rais Aam, Ketua Umum, Sekjen, Bendahara Umum, dan Katib Aam secara legawa mundur dari jabatan masing-masing.
“Bismillah, biarkan orang-orang muda dari kampung menjadi pengurus PBNU, memberi darah segar agar NU kembali hidup dan lebih baik,” ujarnya pada Sabtu, 6 Desember 2025.
Jika tidak, risiko muncul dwi kepengurusan hingga proses hukum panjang sangat mungkin terjadi. Hal ini dapat menunda muktamar selama 3–4 tahun dan menghambat kaderisasi kepemimpinan.
“Organisasi tidak kondusif sehingga pengurus di bawah bingung mau bertanggung jawab kepada siapa. Legowo, qonaah, dan zuhud harus dijalankan,” tegasnya.
Kiai Imaduddin menambahkan, NU adalah organisasi para kiai, santri, dan ibu-ibu Muslimat yang mencintai Nahdlatul Ulama.