Tuding Pemerintah Abaikan Sains Demi Ekonomi
Iqbal menegaskan bahwa bencana yang melanda Sumatra tidak bisa semata-mata disebut musibah alam.
Menurutnya, tanda-tanda perubahan iklim dan kerusakan lingkungan sudah jelas terlihat, namun tidak ditindak oleh pemerintah.
“Bahkan, yang terjadi di wilayah Sumatra ini tuh sudah lama banget diingatkan, karena perubahan iklim secara masif secara global bahkan para ahli sudah sudah menyebutkan sebenarnya,” ujar Iqbal.
Namun, ia menilai pemerintah enggan mendengarkan sains karena pertimbangan ekonomi dan kepentingan politik.
“Tapi (pemerintah) denial terhadap scientists (ilmuwan). Itu agak sulit, kayaknya karena mungkin kita lebih mementingkan ekonomi politiknya ketimbang mementingkan saintisnya," kata dia.
Dua Penyebab Utama: Cuaca Ekstrem dan Ekologi Rusak
Iqbal menjelaskan ada dua faktor utama yang memicu bencana dahsyat tersebut. Pertama, cuaca ekstrem yang ia sebut merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang gagal mengantisipasi krisis iklim.
Baca Juga: Update Bencana Sumatera, BNPB: 708 Meninggal Dunia dan 499 Jiwa Hilang
“Pertama cuaca ekstrem itu memang harus kita iyakan. Alasan memang terjadi cuaca ekstrem, tapi harus kita ketahui bahwa cuaca ekstrem ini terjadi adalah akibat kebijakan pemerintah yang gagal. Ada kegagalan pemerintah di situ,” ujarnya.
Kedua, kerusakan ekologis yang menurutnya sudah berada di tahap mengkhawatirkan.
“Yang kedua adalah kondisi ekologisnya memang sudah hancur. Jadi, ibaratnya kita sudah jatuh tertimpa tangga pula, gitu," imbuh Iqbal.
Dengan kombinasi keduanya, bencana pun menjadi keniscayaan dan kini dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Hujan deras itu situasi krisis iklim, anomali cuaca yang disebabkan naiknya suhu permukaan laut dan ini sudah terprediksi bahwa akan terjadi sebuah siklon di wilayah Sumatra, yang itu tidak akan pernah terjadi sebenarnya. Jadi anomali, krisis iklim tuh kata anak sekarang ya anomali cuaca, extreme weather event,” demikian Iqbal.***