KONTEKS.CO.ID - Sorotan terhadap Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, kembali menguat setelah Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) merilis laporan investigatif mengenai dugaan konflik kepentingan dalam pengelolaan tambang di wilayah tersebut.
Laporan itu menyebut Sherly memiliki keterhubungan dengan sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi di sektor nikel, emas, hingga pasir besi.
Koordinator Nasional JATAM, Melky Nahar, menegaskan dugaan rangkap kepentingan tersebut bukan hanya spekulasi.
Baca Juga: Suciwati Kembalikan Sertifikat Penghargaan Munir dari FHUB: Soroti Integritas Penerima Lain
Tapi didasarkan pada penelusuran dokumen legal, kepemilikan saham, serta hubungan bisnis keluarga.
“Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 secara tegas melarang pejabat publik melakukan tindakan yang berindikasi pada konflik kepentingan,” ujar Melky dalam pernyataan tertulis, Selasa 18 November 2025.
Ia menambahkan, “Artinya, rangkap jabatan antara gubernur dan pemilik atau direktur perusahaan tambang adalah praktik yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemberhentian sementara.”
Baca Juga: Helwa Bachmid Bongkar Derita Hamil Anak Habib Bahar: Jual HP dan Hanya Makan Nasi Disiram Teh
Laporan JATAM menyebut sedikitnya lima perusahaan tambang memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Sherly.
Terhubung dengan Lima Korporasi Tambang
Perusahaan-perusahaan itu meliputi PT Karya Wijaya yang mengelola tambang nikel di Pulau Gebe.
Lalu PT Bela Sarana Permai yang beroperasi pada tambang pasir besi di Pulau Obi, serta PT Bela Kencana sebagai perusahaan tambang nikel lainnya.
Dua perusahaan lain, PT Amazing Tabara dan PT Indonesia Mas Mulia, bergerak di sektor emas dan tembaga.
JATAM menyebut keterhubungan tersebut tak lepas dari jejaring usaha keluarga Sherly, terutama melalui Bela Group yang sebelumnya dikelola bersama almarhum suaminya, Benny Laos.