Dalam potret itu, Soeharto mengenakan seragam militernya, fotonya ditempatkan di antara foto mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan aktivis buruh Marsinah, yang diculik dan dibunuh pada masa Pemerintahan Suharto.
"Pemerintah sudah memutuskan. Saya tidak bisa... itu bukan hak saya. Saya di sini hanya untuk Marsinah," ujar Marsini, adik aktivis buruh, ketika ditanya wartawan tentang Marsinah yang mendapatkan penghargaan tersebut bersama Soeharto.
Juru Bicara Kepresidenan, Prasetyo Hadi, mendesak masyarakat untuk memandang masa depan bersama ketika ditanya tentang Marsinah. Ia menambahkan bahwa para pahlawan baru juga memiliki kekurangan.
Pekan lalu, para aktivis berkumpul di Jakarta untuk memprotes usulan pemberian gelar tersebut, yang mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas tentang revisionisme sejarah di negara ini.
Di antara mereka adalah Tadius Priyo Utomo, 47, seorang WNI yang telah tinggal di Timor Timur selama 19 tahun terakhir. Ia merupakan salah satu dari puluhan ribu mahasiswa yang berunjuk rasa di seluruh negeri menentang Soeharto pada tahun 1998.
"Perjuangan kami di masa lalu akan diabaikan... kami adalah pengkhianat negara karena kami melawan Soeharto dan dia sekarang menjadi pahlawan," ujar Utomo kepada Reuters dalam sebuah demonstrasi di Jakarta, pekan lalu.
Baca Juga: Muncul Usulan BJ Habibie Jadi Presiden ke-4 RI yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Ia sengaja terbang dari Dili, Ibu Kota Timor Timur, untuk menghadirinya.
Di bawah Pemerintahan Soeharto, Indonesia menginvasi Timor Timur pada 1975 di akhir kekuasaan Portugis. Lalu dianggap mencaplok wilayah tersebut di akhir tahun yang sama, mempertahankan kehadiran militer yang besar dan terkadang brutal.
Timor Timur baru meraih kemerdekaannya setelah Soeharto dipaksa mundur oleh aksi mahasiswa. ***