KONTEKS.CO.ID – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Savic Ali, tegas menolak mantan Presiden Soeharto ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Savic dalam keterangan pada Sabtu, 8 November 2025, mengatakan, menolak Soeharto jadi Pahwalan Nasional karena Orde Baru (Orba) yang dipimpinnya mengebiri NU di segala level, mulai politik sampai pendidikan.
Ia menjelaskan, Orba mengekang pergerakan NU sebagai organisasi maupun pesantren melalui mekanisme kontrol tripartit, yakni ABRI, Birokrasi, dan Golkar.
Baca Juga: Dukungan Membludak, NU dan Muhammadiyah Sepakat Soeharto Layak Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Lebih lanjut Savic mencontohkan, pada Pemilu 1971, NU dipaksa lebur menjadi PPP dan mulai politik satu arah, yakni harus pro Soeharto melalui Golkar.
"KH Idham Chalid pernah berkata, kita disuruh tanding tinju, tetapi kedua tangan kita diikat," ujarnya dalam diskusi publik "IslamiTalk".
Meski demikian, kata dia, suara NU pada pemilu bertahan di angka 18 persen. Artinya, NU mampu bertinju dengan kedua tangannya diikat.
Baca Juga: Ratusan LSM Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Sebut Langgar HAM dan Nilai Reformasi
"Kalau Soeharto dipahlawankan, enggak ketemu nalar kita karena Soeharto bagian dari masalah, legacy-nya banyak yang bermasalah, korbannya banyak sekali," katanya.
Savic menegaskan, pahlawan adalah mereka yang berani berkorban demi orang lain, bukan sebaliknya.
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil: Usulan Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto Khianati Reformasi
Pahlawan adalah orang yang berani mempertaruhkan kepentingan dan keselamatan dirinya untuk kepentingan orang lain.
"Sedangkan Soeharto mendahulukan kepentingan diri dan kroninya," katanya.***