nasional

Mahfud MD Bongkar Fakta Kelam Whoosh: Dikuasai China, Utang Menggunung, Indonesia Cuma Jadi Penonton!

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 09:28 WIB
Mahfud MD bongkar fakta kelam proyek kereta cepat Whoosh (Foto: YouTube/Mahfud MD Official/Instagram/@keretacepat_id)

KONTEKS.CO.ID - Polemik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh kembali mencuat setelah laporan keuangan terbaru menyingkap beban utang yang kian menekan.

PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengakui pembayaran bunga utang proyek tersebut telah mencapai Rp2 triliun, sementara pemasukan dari penjualan tiket hanya sekitar Rp5 triliun.

Kondisi ini kian menuai sorotan publik ketika Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan menggunakan dana APBN untuk menutup defisit proyek yang kini menumpuk hingga Rp116 triliun.

Di tengah riuh wacana tanggung jawab finansial, mantan Menko Polhukam Mahfud MD ikut angkat bicara dan menyoroti potensi penyimpangan di balik proyek kerja sama Indonesia-China tersebut.

Baca Juga: AHY Putar Otak, Purbaya Enggan Campur Urusan Utang Whoosh: Biar Pemerintah dan China Urus Restrukturisasi

Ia bahkan mengutip pernyataan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio dan ekonom Anthony Budiawan yang sebelumnya menuding adanya indikasi mark up dalam pengadaan proyek KCIC.

Didominasi Tenaga Kerja China, Indonesia Jadi Penonton

Melalui kanal YouTube pribadinya pada Jumat, 24 Oktober 2025 malam, Mahfud MD membeberkan fakta lain yang ia sebut sebagai “ironi kedaulatan ekonomi.”

Ia menyoroti dominasi tenaga kerja asing dalam proyek Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC), meskipun saham Indonesia di proyek itu mencapai 60 persen.

“Ada beberapa hal yang bisa dinukil dari tulisan AEK ini. Begini, dalam proyek itu saham Indonesia sebesar 60 persen dan China 40 persen,” ujar Mahfud, mengutip tulisan lama mantan Direktur YLBHI, Agustinus Edy Kristianto (AEK).

Baca Juga: Rakyat RI ‘Gugat’ Kereta Cepat Whoosh, Investasi China di Afrika Lagi Jadi Amukan Warga Lokal

Namun, kata Mahfud, porsi kepemilikan saham tidak berbanding lurus dengan kendali operasional.

“Pejabat strategisnya didominasi oleh pihak China seperti presiden komisaris, direktur keuangan, dan direktur tekniknya,” ungkap Mahfud.

Ia menambahkan, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan keuntungan yang kini mulai dinikmati pihak China.

Halaman:

Tags

Terkini