KONTEKS.CO.ID – Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Prof Pujiono Suwadi, mengatakan, keberadaan Undang-Undang Perampasan Aset sudah mendesak untuk menunjang aparat penegak hukum merampas aset hasil tindak kejatan.
"Harus kemudian ditindaklanjuti dengan regulasi tentang perampasan aset," kata Prof Puji dikutip pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Ia menyampaikan, regulasi yang digunakan untuk perampasan aset saat ini conviction based, berdasarkan KUHP dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Cuma conviction based ini sangat terbatas sekali," kata Prof Puji.
Komjak mempunyai sejumlah catatan terkait perampasan aset yang dilakukan oleh Kejaksaan selaku pihak yang diawasi. Pertama, soal regulasi atau undang-undang yang belum begitu detail.
Kedua, lanjut dia, struktur di Kejaksaan. Meskipun saat ini Komjak mengapresiasi untuk tracing aset yakni sudah ada Badan Pemulihan Aset (BPA), tetapi khusus untuk tracing aset yang conviction based, itu hanya dilakukan oleh salah satu unit, yang dahulu ada di bawah Jampidsus, sekarang ada di bawah BPA, yakni Subdit.
Ia menyampaikan, Subdit itu kelasnya hanya eselon III yang tentu tangan dan kakinya atau kewenangannya tidak cukup panjang untuk melakukan perampasan aset yang conviction based ini, termasuk tracing aset hingga kemudian freezing dan sebagainya.
"Kita dorong perbaikan SOTK di Kejaksaan Agung agar tracing aset ini bisa kemudian naik kelas, bisa menjadi Eselon II," katanya.
Menurut Prof Puji, dengan demikian kaki tangan dan jangkauannya ketika melakukan tracing hingga freezing aset yang conviction based bisa lebih maksimal lagi.
Baca Juga: Cegah Penyalahgunaan, Yudi Purnomo Sebut UU Perampasan Aset Wajib Diperkuat Aturan LHKPN dan SPT
"Sehingga ketika pidana pokoknya jalan, pidana tambahan yang ganti rugi itu, ketika kemudian dieksekusi, kasusnya bisa seperti kasusnya Wilmar, kasusnya Permata Hijau, kasusnya Musim Mas, ini bisa kemudian maksimal," katanya.
Prof Puji menyampaikan, beberapa kasus yang lain tidak maksimal, yakni kerugian negaranya besar tetapi ganti ruginya belum bisa dilakukan penyitaan sejak awal penyidikan.***