KONTEKS.CO.ID – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), Haidar Alwi, menilai munculnya sederet nama purnawirawan TNI seperti Gator Nurmantyo, Soenarko, Soleman Ponto, Sri Radjasa, dan Saurip Kadi dalam barisan pendesak reformasi Polri mempertegas aroma politik di balik wacana tersebut.
"Dari luar, terlihat seperti kepedulian terhadap penegakan hukum," kata Haidar dalam keterangan pers, Sabtu, 18 Oktober 2025.
Namun dari dalam, ujar dia, sulit menafikan adanya motif pengaruh dan kepentingan atas tubuh Polri yang selama dua dekade terakhir semakin kuat secara politik, ekonomi, dan sosial.
"Polri hari ini bukan lagi bayangan subordinat militer seperti di masa lalu," katanya.
Haidar menyebut bahwa Polri telah menjadi institusi sipil dengan kekuatan otonom yang diakui konstitusi. Di sinilah akar ketegangan itu sering muncul.
"Sebagian kalangan di tubuh TNI seperti belum sepenuhnya menerima kenyataan bahwa Polri kini berdiri sejajar, bukan di bawah," ujarnya.
Ia menilai bahwa Presiden Prabowo tampaknya menyadari sepenuhnya bahwa yang dibutuhkan bukanlah reformasi yang lahir dari tekanan politik luar, melainkan pembenahan yang tumbuh dari kesadaran internal Polri.
Prabowo tentunya paham bahwa mengguncang keseimbangan antarinstitusi keamanan tanpa perhitungan matang hanya akan membuka ruang konflik laten antara dua korps bersenjata.***