KONTEKS.CO.ID - Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan Panglima TNI dan kepala staf angkatan untuk tidak memperhitungkan senioritas melainkan mementingkan prestasi, pengabdian, dan cinta tanah air dalam seleksi kepemimpinan di tubuh TNI menuai kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Pernyataan tersebut dinilai membingungkan bagi prajurit dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2025.
"Koalisi menilai pernyaataan Presiden itu keliru dan tidak tepat. Persoalan mutasi dan promosi itu saat ini adalah karena politisasi yang kental di dalam tubuh TNI sehingga kenaikan pangkat dan jabatan lebih karena faktor politis dan kedekatan politik," tulisnya dalam siaran pers, Rabu, 8 Oktober 2025.
Baca Juga: Momen Pilot Uji TNI AU Pertama Kalinya Terbangkan Jet KF-21
Masalah yang terjadi terkait mutasi dan promosi menurutnya, bukan masalah senior dan junior yang tidak berpengalaman namun masalah utamanya adalah politik, di mana sejak era Presiden Jokowi dan sampai saat ini pertimbangan promosi prajurit TNI lebih banyak karena kedekatan politik.
"Dalam konteks itu, meritokrasi tidak bekerja dan berjalan karena intervensi kekuasaan lebih dominan ketimbang kompetensi, pengalaman dan profesionalitas," terangnya.
Koalisi memandang, sejak awal Presiden Prabowo telah mengabaikan prinsip meritokrasi dan justru menjadikan faktor kedekatan dan kesetiaan pada kekuasaan dirinya, tanpa mempertimbangkan prestasi, untuk melakukan mutasi dan promosi di tubuh TNI.
Kasus kenaikan pangkat luar biasa Letkol Infanteri Teddy Indra Wijaya diklaim, menjadi contoh nyata bagaimana Presiden memangkas meritokrasi dan hal itu menjadi kontroversi.
"Promosi dan mutasi cenderung terjadi hanya pada mereka yang memiliki akses politik dan ekonomi pada kekuasaan. Bagi militer yang tidak memiliki akses politik ekonomi pada kekuasaan akan kesulitan mendapatkan promosi dan mutasi," kritiknya.
Adapun dampak yang terjadi sejumlah perwira senior yang memiliki pengalaman dan prestasi kesulitan mendapatkan promosi dikarenakan tidak memiliki akses politik dan kekuasaan.
Baca Juga: Panglima TNI Mutasi 414 Perwira, Brigjen Marinir Freddy Ardianzah Ditunjuk Jadi Kapuspen TNI
Sedangkan fakta memperlihatkan adanya perwira junior yang memiliki akses politik dan kekuasaan mendapatkan kenaikan pangkat secara fantastis sebagaimana terjadi kepada Letkol Infanteri Teddy Indra Wijaya. Hal tersebut mengabaikan meritokrasi di tubuh TNI sekaligus pembenaran kesalahan praktik yang dilakukan Presiden.
"Pada kasus tersebut, Presiden telah menerapkan kontrol sipil subjektif dan bukan kontrol sipil objektif yang mengedapankan pada pembagian otoritas dan dan keahlian yang jelas," sebut koalisi.