nasional

Tak Hanya MBG, Ekonom Ferry Latuhihin Kritik Keras Proyek Koperasi Merah Putih Senilai Rp40 Triliun

Jumat, 3 Oktober 2025 | 13:15 WIB
Ferry Latuhihin (Tangkapan Layar Kanal Youtube Rhenald Kasali)

KONTEKS.CO.ID - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukanlah satu-satunya proyek populis yang menjadi sorotan tajam ekonom Ferry Latuhihin.

Ia juga mengkritik keras rencana pemerintah untuk menggelontorkan dana fantastis program Koperasi Merah Putih (KMP), yang ia anggap sebagai "proyek politik" lain yang minim perencanaan matang.

Menurut informasi yang ia terima, pemerintah berencana untuk mendirikan hingga 80.000 unit KMP secara serentak, dengan total anggaran yang bisa mencapai Rp40 triliun.

Baca Juga: Oppo A6 Pro 5G, Gunakan Layar AMOLED 120Hz Baterainya Super-Jumbo!

Sama seperti kritiknya terhadap MBG, Ferry mempertanyakan logika di balik peluncuran program berskala masif ini tanpa melalui tahap uji coba atau proyek percontohan terlebih dahulu.

"Kalau memang Anda serius membikin koperasi, bikin piloting dulu. Pilih 10-20 desa, Anda kasih modal, jalan apa enggak? Benar enggak manajemennya?" ujar Ferry dalam siniar yang tayang di kanal Youtube Rhenald Khasali pada Kamis 2 Oktober 2025.

Ia sangat meragukan bahwa mendirikan 5 atau 10 koperasi saja bisa berjalan dengan baik, apalagi langsung 80.000 unit sekaligus.

Baca Juga: Kejagung Tangkap Buronan Korupsi dan TPPU Fransiskus Xaverius

Ferry mencium adanya niat yang tidak murni di balik proyek-proyek ultra populis ini. Baik itu MBG, KMP, maupun rencana perluasan Komando Daerah Militer (Kodam).

Ia melihatnya bukan sebagai program yang tulus untuk menangani masalah ekonomi, melainkan sebagai proyek politik yang memiliki udang di balik batu di balik aliran dana yang sangat besar. "Saya sah dong untuk menanyakan itu," tegasnya.

Lebih lanjut, jika benar dana untuk KMP ini berasal dari pinjaman bank-bank Himbara, Ferry khawatir hal ini akan menjadi bom waktu baru.

Baca Juga: Bukan Food Estate atau MBG, Reforma Agraria Langkah Ampuh Tepis Krisis Pangan

Ia merujuk pada pengalaman kredit-kredit usaha dari pemerintah di masa lalu, di mana banyak penerima berpikir bahwa pinjaman dari pemerintah tidak perlu dikembalikan.

Jika hal ini terulang, maka bank-bank Himbara akan menanggung risiko kredit macet (NPL) yang sangat tinggi, yang pada akhirnya membebani kesehatan sistem perbankan nasional.***

Tags

Terkini