KONTEKS.CO.ID – Direktur IRC for Reform, Hasanuddin, mengatakan, Presiden Prabowo Subianto harus segera akhiri dwifungsi Polri.
"Reformasi Polri tahap kedua tugas Presiden Prabowo. Di sinilah pentingnya peran Presiden Prabowo Subianto," kata Hasanuddin di Jakarta, Senin, 29 September 2025.
Penataan kembali Polri bukan dengan menyandingkan reformasi Polri dengan reformasi TNI, karena keduanya berbeda konteks.
Reformasi TNI sudah berjalan dengan agenda supremasi sipil di bidang pertahanan, sedangkan reformasi Polri kini berdiri sendiri, menghadapi tantangan dwifungsi yang muncul dari dalam tubuh birokrasi sipil.
Menurut Hasanuddin, fenomena dwifungsi Polri ini sebelumnya juga menjadi perhatian publik. Sejumlah media nasional dan organisasi masyarakat sipil seperti PWNU dan KontraS, menyoroti risiko penempatan perwira Polri aktif pada jabatan birokrasi dan pemerintahan.
"Penempatan anggota Polri aktif tersebut berpotensi mengaburkan batas fungsi penegakan hukum dan eksekutif," ujarnya.
Temuan-temuan ini, lanjut dia, memperkuat urgensi reformasi Polri tahap kedua untuk menegaskan kembali marwah Polri sebagai aparat penegak hukum yang profesional, independen, dan tunduk pada konstitusi.
"Kami berharap Presiden Prabowo bersikap tegas dan mengambil jalan konstitusional," katanya.
Hasanuddin menegaskan, ini bukan semata persoalan teknis kelembagaan, melainkan soal penyelamatan sistem ketatanegaraan.
"Jika dwifungsi Polri terus dipertahankan, maka cita-cita Reformasi 1998 akan kehilangan makna dan negara hukum berpotensi digantikan dengan negara yang dikuasai oleh aparat dengan kewenangan ganda," katanya.
Atas dasar itu, Presiden Prabowo harus segera melakukan reformasi Polri. Ini adalah momentum untuk mengembalikan Polri pada marwahnya.
"Sebagai aparat penegak hukum yang profesional, independen, dan tunduk pada Konstitusi," katanya.***