KONTEKS.CO.ID - Di tengah program penyaluran beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) oleh Perum Bulog terjadi anomali atau kelainan harga beras yang semakin mahal di pasaran.
Hal itu kini mendapat sorotan tajam dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir mengatakan pemerintah sudah berpengalaman menjalankan program SPHP sejak 2022.
Baca Juga: Begini Penampakan Jas Almamater Sekolah Rakyat, Menarik Enggak?
Namun, kata dia, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, program kali ini belum mampu menekan harga beras.
"Sejak 2022 sampai 2025, kita sudah terbiasa menyalurkan SPHP. Tapi baru tahun ini, meski sebulan dijalankan, harga tetap naik,” katanya Tomsi dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025 yang ditayangkan melalui YouTube Kemendagri, pada Selasa, 19 Agustus 2025.
Dikatakan Tomsi, tahun-tahun sebelumnya operasi pasar Bulog hanya butuh dua pekan untuk menurunkan harga beras.
Baca Juga: Belajar Aksara Jawa Makin Gampang! Gunakan Aksaraya Digital di iPhone Biar Ngetik Jadi Kekinian
Kini berbeda, sebab harga tetap merangkak meski SPHP sudah digulirkan selama sebulan penuh.
"Tahun lalu dua minggu saja harga langsung turun. Sekarang sudah sebulan jalan, bukannya turun malah naik,” kata dia.
Dia lantas meminta pemerintah daerah (pemda) segera memperluas penyaluran beras SPHP agar dampaknya bisa dirasakan masyarakat dan harga kembali terkendali.
Baca Juga: Ketua MPR Ahmad Muzani Bantah Isu Periode Jabatan Presiden Jadi 8 Tahun
Sebagai informasi, program SPHP 2025 dijadwalkan berlangsung mulai Juli hingga Desember dengan total pagu penyaluran sebesar 1,3 juta ton.