KONTEKS.CO.ID – Hasto Kristiyanto menyampaikan pidato politik pertamanya setelah Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri, kembali menunjuknya sebagai sekretaris jenderal (Sekjen).
Dalam pidato politik tersebut, Hasto menyebut bahwa kriminalisasi terhadapnya karena menolak memperpanjang jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta dinasti politik keluarganya.
"Sejak awal ketika PDI Perjuangan melihat bahwa ada perubahan latar kekuasaan dari Bapak Jokowi," ujarnya di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Hasto mengungkapkan, kekuasaan yang seharusnya untuk rakyat, bangsa, dan negara, kemudian akan diselewengkan untuk keluarga.
"Maka kita bergerak, baik di dalam pergerakan seluruh jejaring dari simpatisan anggota dan kader PDI Perjuangan maupun juga pergerakan intelektual, pergerakan kebudayaan, pergerakan sosial kerakyatan," ujarnya.
Hasto menegaskan, semua jaringan dan elemen tersebut bergerak karena itu merupakan kultur dan tradisi yang dimiliki oleh PDIP.
Baca Juga: Rahasia di Balik Hasto Jadi Sekjen PDIP, Pelantikan Jadi Drama, Ganjar Bongkar Momen
"Bukan karena kita benci pada orang per orang, bukan. Kita tidak benci pada keluarga tentu," ujarnya.
Ia menegaskan, ini karena sikap partai politik PDIP yang memiliki rekam jejak sejarah yang panjang, yakni sejak Partai Nasional Indonesia (PNI).
"Ketika membangun PNI, Bung Karo mengingat seluruh rahasia penderitaan atas penjajahan kolonialisme dan imperialisme yang berlangsung lama," ungkapnya.
Baca Juga: Hasto Mohon MK Nyatakan Pasal Buatnya Meringkuk di Tahanan KPK Tak Punya Kekuatan Hukum Mengikat
Lebih lanjut Hasto menyampaikan, perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah, di antaranya Perang Diponegoro melawan kolonialisme, merupakan perang melawan imperialisme dan kolonialisme.
"Lebih dari 200 juta rakyat, yang terutama Laskar Pertani yang meninggal," ujarnya.
Bung Karo mengatakan bahwa perjuangan mereka tidak akan pernah sia-sia, karena mereka menitipkan rahasia penderitaan itu.