KONTEKS.CO.ID – Tanah nganggur atau terlantar selama 2 tahun bakal diambil oleh negara sempat menjadi sorotan publik dan menuai beragam tanggapan di berbagai media sosial hingga percakapan warung kopi.
Jelang HUT ke-80 RI bertema "Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju", Guru Besar Ilmu Hukum Agraria dan Pertanahan Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof Aartje Tehupeiory, memberikan penjelasan atas persoalan tersebut.
Prof Aartje mendukung Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyampaikan permohonan maaf dan klarifikasi atas pernyataannya terkait rencana kebijakan tersebut.
Baca Juga: Nusron Wahid Berkilah, Pernyataan Soal Penertiban Tanah Nganggur Cuma Bercanda, Kini Minta Maaf
"Saya sangat mendukung dengan apa yang disampaikan oleh Pak Menteri," ujarnya di Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025.
Ia mengungkapkan, ada beberapa hal yang perlu diluruskan tentang pengambilan tanah terlantar atau nganggur tersebut berdasarkan atau prospektif hukum positif di Indonesia.
Ia menyampaikan, itu berdasarkan hukum pertanahan nasional, yakni Undang-Undang Pokok Agraria serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Telantar.
Berdasarkan regulasi tersebut, kata Prof Aartje, maka harus melihat dulu terminologi "Tanah Terlantar". Tanah terlantar adalah tanah sudah diberikan hak tetapi tidak diusahkan, tidak digunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian hak atas tanah tersebut.
Baca Juga: Nusron Wahid: Tanah Tak Bisa Diambil Sembarangan, Proses Penetapan Terlantar Butuh 587 Hari
"Apakah tanah terlantar atau nganggur selama 2 tahun bisa diambil negara? Tidak bisa serta merta begitu saja, tetapi harus melalui suatu prosedur yang dilakukan dan dievaluasi oleh BPN," katanya.
Ia menyampaikan, pemilik hak atas tanah tidak perlu khawatir bahwa negara bisa begitu saja mengambil tanah terlantar atau nganggur.
"Semuanya harus melewati prosedur yang terlebih dahulu harus dievaluasi oleh BPN," tandasnya.
Prof Aartje menjelaskan, ada prosedur yang harus ditempuh negara dalam hal ini pemerintah untuk bisa mengambil tanah terlantar.
BPN, lanjut Prof Aatje, harus mengidentifikasi dan menginventarisir serta melakukan evaluasi. Setelah itu, menyampaikan peringatan kepada pemegang hak atas tanah terlantar.