nasional

UI Ancam DO dan Pidanakan Joki Simak UI 2025, Heri Hermansyah: Tidak Ada Tempat bagi Penipu Akademik

Selasa, 1 Juli 2025 | 05:10 WIB
Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, saat menjalani sidang doktoral di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI). Foto: Tangkapan layar X

KONTEKS.CO.ID - Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof Heri Hermansyah mengeluarkan pernyataan tegas terkait maraknya praktik perjokian dalam proses Seleksi Masuk UI (Simak UI) 2025.

Dalam konferensi pers di Fakultas Ilmu Budaya UI, Depok, Senin, 30 Juni 2025, Heri menegaskan bahwa pelaku maupun pengguna jasa joki akan dicoret dari proses penerimaan mahasiswa baru, bahkan dapat diproses ke ranah hukum pidana.

Tak hanya itu, Heri menyebut jika pelaku joki diketahui sebagai mahasiswa aktif UI, maka sanksi tegas berupa drop out (DO) akan dijatuhkan tanpa kompromi.

“Jika yang terlibat adalah mahasiswa, dosen, atau staf kampus, langsung drop out atau diberhentikan. Kami serius menjaga marwah Universitas Indonesia,” ujar Heri.

Baca Juga: Siap-Siap Top-up, Kemenhub Pastikan Tarif Ojek Online Naik 15 Persen: Tinggal Tunggu Waktu!

Peringatan keras dari pimpinan tertinggi UI itu dikeluarkan menyusul menjamurnya akun-akun media sosial yang secara terang-terangan menawarkan jasa joki Simak UI, terutama di platform X (sebelumnya Twitter).

Prof. Heri mengaku telah menerima sejumlah laporan terkait penawaran tersebut dan kini tim kampus tengah mengumpulkan data serta bukti untuk ditindaklanjuti.

“Banyak sekali akun di media sosial yang menawarkan jasa joki. Kami sedang mendata. Jika ada bukti valid, kami pastikan mereka tidak akan bisa masuk ke Universitas Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI Libatkan Uang Rp2,1 Triliun

Ujian Daring, Niat Baik yang Dikhianati

Simak UI merupakan satu dari tujuh jalur masuk Universitas Indonesia. Sejak beberapa tahun terakhir, Simak UI  diselenggarakan secara daring untuk memperluas akses pendidikan tinggi ke seluruh pelosok Tanah Air, termasuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Dengan sistem ini, siswa dari ujung Kalimantan hingga pulau-pulau kecil di Maluku dan Papua bisa mengikuti seleksi tanpa harus datang langsung ke Depok.

“Bayangkan saja, mereka yang dari ujung Kalimantan atau pelosok Sumatera. Mau datang ke sini, perlu biaya besar seperti transportasi pesawat, kapal laut, serta penginapan. Maka kami buat daring, agar semua anak bangsa punya akses yang sama,” papar Heri.

Namun, niat baik tersebut kini justru dinodai dengan praktik curang. Sejumlah peserta memilih membayar joki untuk mengerjakan soal ujian mereka alih-alih mengerjakan sendiri. “Bukan mengasah otak, malah membayar orang lain. Ini mencederai semangat kesetaraan,” tambahnya.

Baca Juga: Rekomendasi Kepala Fast Charging Terbaik untuk Segala Kebutuhan

Halaman:

Tags

Terkini