nasional

Harga Batu Bara Dunia Anjlok, Ekspor Indonesia Terancam Kalah Saing

Minggu, 29 Juni 2025 | 15:45 WIB
batu bara (unsplash.com)

Analis dari Kpler, Zhiyuan Li, menegaskan bahwa pangsa pasar Indonesia di China turun 11,6% pada Januari-Mei 2025 menjadi hanya 78,45 juta ton. Sementara pasokan dari Australia dan Mongolia meningkat signifikan.

Pasar India pun menunjukkan tren serupa. Pengiriman batu bara Indonesia ke India turun 7,24% menjadi 43,59 juta ton dalam lima bulan pertama tahun ini.

India kini semakin bergantung pada batu bara berkualitas tinggi dari Afrika Selatan, Kazakhstan, Kolombia, dan Mozambik yang semuanya menunjukkan peningkatan tajam dalam volume ekspor ke India.

“Selama harga batu bara kalori tinggi masih kompetitif, batu bara kalori rendah dari Indonesia akan tetap tertekan,” ujar Ramli Ahmad, Direktur Utama Ombilin Energi.

Baca Juga: Pltatform Perdagangan Kripto Mobee Gandeng Tether Hadirkan Aset Emas Digital XAUT di Indonesia

Persaingan Makin Ketat

Kondisi ini mencerminkan pergeseran struktur permintaan global, di mana konsumen utama seperti China dan India mengutamakan efisiensi energi per ton batu bara.

Pasokan dari negara-negara non-tradisional seperti Tanzania, yang dulu tidak terdengar dalam pasar global, juga mulai mencuri perhatian setelah pecahnya konflik geopolitik pasca-perang Rusia-Ukraina.

Australia yang sempat absen dari pasar China karena ketegangan diplomatik kini kembali menekan posisi Indonesia di pasar Asia Timur. Di saat yang sama, Rusia, Mongolia, dan bahkan Amerika Serikat ikut memperluas pengaruhnya di pasar Asia.

Baca Juga: Jeff Bezos Jual Saham Amazon Rp87,3 Triliun, Biaya Nikah dengan Lauren Sanchez Rp800 M

Meski begitu, sejumlah pelaku industri menyimpan harapan. Menurut Ramli Ahmad, batu bara Indonesia bisa kembali menarik minat jika harga batu bara berkalori tinggi naik tajam akibat gangguan geopolitik seperti konflik yang saat ini terus memanas di Timur Tengah.

Namun untuk saat ini, industri batu bara Indonesia harus bersiap menghadapi era baru dengan daya saing yang makin ketat dan permintaan yang makin selektif terhadap kualitas.

Dalam kondisi oversupply global seperti sekarang, keunggulan bukan lagi soal volume ekspor semata, melainkan soal efisiensi energi dan daya saing harga. ***

Halaman:

Tags

Terkini