KONTEKS.CO.ID - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan pembelian produk terafiliasi dengan Israel terbukti efektif memukul penjualan merek tertarget.
Hasil riset Pusat Riset Agama dan Kepercayaan (PRAK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Lembaga Advokasi Halal yakni Indonesia Halal Watch (IHW), menyebut fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tersebut berdampak signifikan terhadap perilaku konsumsi masyarakat. Selain itu juga ikut mendorong pertumbuhan industri lokal.
Ketua Kelompok Riset Halal dan Layanan Keagamaan PRAK BRIN, Fauziah mengatakan, riset dilakukan selama bulan Ramadan 2025 di 13 wilayah Indonesia menggunakan pendekatan mixed methods.
Baca Juga: Indonesia Berambisi Salip Vietnam sebagai Produsen Kopi Terbesar Kedua di Dunia
Dalam riset, tim peneliti mewawancarai 91 informan dan menyebarkan sebanyak 975 kuesioner.
Dari hasil penelitian menunjukkan masyarakat Muslim di Indonesia cenderung mengikuti seruan ulama. "Mereka mengalihkan konsumsi dari produk asing ke produk-produk lokal. Mulai dari air mineral, kopi, makanan, kosmetik, hingga kebutuhan rumah tangga seperti sabun dan sampo,” jelas Fauziah saat mengumumkan hasil riset di Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo BRIN, Jakarta, melansir Rabu 21 Mei 2025.
Fatwa Munculkan Merek Lokal
Dia menjelaskan, fenomena ini tidak hanya berdampak pada pergeseran konsumsi, tapi juga menumbuhkan semangat kewirausahaan.
Baca Juga: Pertamina Teken Kesepakatan Swap Gas untuk Amankan Pasokan Domestik
“Banyak pelaku usaha baru bermunculan, misalnya waralaba fried chicken lokal, kafe anak muda, hingga produsen air mineral berbasis pesantren mulai menggeliat. Bahkan ada satu produsen minuman cokelat lokal yang kini bisa memproduksi berton-ton dan menambah ratusan karyawan,” klaimnya.
Namun, riset juga mencatat lemahnya sosialisasi Fatwa MUI tersebut. “Mayoritas masyarakat mengetahuinya lewat media sosial, bukan dari MUI secara langsung. Kami merekomendasikan agar MUI lebih masif menggandeng penyuluh agama dan kementerian terkait guna menyebarluaskan fatwa,” saran Fauziah.
Selain itu, masyarakat juga berharap ada label khusus penanda produk nasional. Misalnya, Aku Cinta Produk Indonesia.
Baca Juga: Sosok di Balik Kemenangan 3-1 Manchester City atas Bournemouth, Comeback Rodri di Atas Lapangan!
Label ini untuk memudahkan konsumen memilih produk yang tidak hanya halal, tapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
“Selama ini masyarakat mencari tahu sendiri produk mana yang terafiliasi. Tapi sebenarnya mereka butuh bantuan visual yang jelas dalam bentuk logo nasional,” tambahnya.
Dia mengatakan, dalam sesi FGD pada 17 April lalu, tim peneliti juga merekomendasikan kepada Kementerian Perdagangan. Tujuannya agar secara resmi merilis daftar produk yang terafiliasi dengan entitas Zionis, untuk memberikan panduan yang sahih kepada masyarakat.
Baca Juga: Pemerintah Targetkan Naikkan Produksi Migas Nasional, Impor Tembus Rp650 Triliun per Tahun
“Fatwa ini telah menjadi momentum kebangkitan industri lokal. Tapi agar efeknya berkelanjutan, perlu peran aktif pemerintah, bukan hanya dalam regulasi, tapi juga dalam membina UMKM, membuka akses pendanaan, dan mendukung kampanye cinta produk nasional,” pungkas Fauziah.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni'am Sholeh, mengatakan, Fatwa MUI tidak dapat disederhanakan sebagai fatwa boikot, seperti istilah yang selama ini digunakan oleh media. "Fatwa ini bukan tentang boikot, tapi tentang dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina, melawan genosida, penjajahan, dan penistaan terhadap kemanusiaan," tegasnya.
Ni'am mengutarakan, MUI sebagai lembaga keagamaan berperan strategis dalam tiga fungsi utama, yaitu menguatkan kebijakan publik yang sejalan dengan kemaslahatan umat.
Baca Juga: Pulau Kucing di Kepulauan Seribu Dikaji Jadi Destinasi Wisata Baru Jakarta, Bukan Sekadar Tempat Lucu-Lucuan
Lalu memberikan perbaikan bila ada kebijakan yang substansinya baik tapi implementasinya lemah, serta mengisi kekosongan regulasi ketika negara belum hadir.
"Dalam konteks fatwa ini, MUI menjalankan peran social engineering yang sah, yaitu menjadi agen perubahan sosial yang berangkat dari keyakinan religius masyarakat," katanya.
Terkait hasil riset, dia menyampaikan bahwa tingkat penerimaan terhadap Fatwa MUI tersebut sangat tinggi. “Sebelum riset ini, survei sebelumnya yang dilakukan oleh IHW dan Bursa Studi Fatwa serta Hukum Islam Universitas Islam Negeri menunjukkan 99% responden mengetahui isi fatwa, memahaminya, dan memilih untuk patuh," ujarnya.
"Ini membuktikan bahwa masyarakat kita, khususnya umat Islam, menjadikan fatwa sebagai guiding compass dalam kehidupan sosial, bukan sekadar urusan ibadah," pungkasnya. ***