KONTEKS.CO.ID – Dewan Pers dengan tegas menolak draf RUU Penyiaran yang kini tengah digodok Badan Legislasi DPR RI.
Menurut penilaian Dewan Pers, draft RUU Penyiaran menghilangkan kebebasan pers dalam berkarya. Dengan begitu menyebabkan pers tidak merdeka dalam membuat karya-karya jurnalistik.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan penolakan draft RUU Penyiaran itu dalam konferensi pers di Kantor Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, pada Selasa, 14 Mei 2024.
“RUU Penyiaran ini menjadi salah satu sebab pers kita tidak merdeka, tidak independen dan tidak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas,” kata Ninik.
Ninik pun menyoroti dalam RUU tersebut dapat membuat larangan liputan yang bersifat investigasi dan jelas bertentangan dengan mandat di dalam UU Nomor 40 Pasal 4.
Ia juga mengkhawatirkan, apabila RUU ini diteruskan, akan melahirkan produk pers yang buruk dan tidak profesional serta independen.
“Karena kita sebetulnya dengan UU 40 tidak lagi mengenal penyensoran dan pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas,” jelasnya.
Ninik menyampaikan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu sejatinya ada tangan di Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Menurutnya, RUU ini dalam penyelesaian sengketa jurnalistik oleh lembaga yang tak memiliki mandat terhadap penyelesaian etik terhadap karya jurnalistik.
“Ketika menyusun peraturan perundang-undangan perlu dilakukan proses harmonisasi agar antara satu undang-undang dengan yang lain tidak tumpang tindih,” tandasnya.
Belum Final
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI, Nurul Arifin menegaskan RUU Penyiaran yang beredar di media sosial masih dalam proses dan belum final.
DPR dan pemerintah pun belum menyetujui hal tersebut yang dianggap telah membungkan kebebasan pers di Indonesia.
“RUU Penyiaran yang tengah dibahas di DPR RI masih dalam proses, jadi belum final,” Nurul Arifin kepada wartawan, pada Selasa, 14 Mei 2024.
Politisi Golkar itu menerangkan, beberapa pasal RUU Penyiaran yang mendapatkan kritik. Seperti pada Pasal 8A ayat (1) huruf (q) dan Pasal 42. Dimana RUU Penyoaran memberikan KPI wewenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.
Lalu, Pasal 50B ayat (2) huruf (c) yang memuat larangan isi siaran dan konten siaran menayangkan tayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
“RUU yang beredar bukan produk yang final, sehingga masih sangat dimungkinkan untuk terjadinya perubahan norma dalam RUU Penyiaran,” terangnya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"