KONTEKS.CO.ID - Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengeluarkan prediksi putusan sengketa hasil Pilpres 2024 oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Denny Indrayana beralasan, dia mengeluarkan prediksi lantaran banyak menerima pertanyaan terkait sengketa Pilpres 2024 di MK.
Setidaknya, kata Denny Indrayana, ada 3 jenis putusan MK dalam sengketa Pilpres 2024 berdasarkan Pasal 77 UU MK juncto Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023.
Pertama, permohonan tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelijke Verklaard.
Kedua, permohonan dikabulkan. Ketiga, permohonan ditolak.
"Saya meyakini, Mahkamah tidak akan memutuskan permohonan tidak dapat diterima, karena permohonan paslon 01 dan 03 jelas memenuhi syarat formil untuk diputuskan pokok permohonannya,” ujarnya di akun X @dennyindrayana mengutip Selasa, 16 April 2024.
Menurut dugaan Denny, terdapat empat opsi putusan MK. Pertama, menolak seluruh permohonan, tetapi memberikan catatan dan usulan perbaikan Pilpres.
Dalam opsi ini, Denny berpendapat MK akan menguatkan Keputusan KPU yang memenangkan Paslon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Lalu, MK memberikan catatan perbaikan penyelenggaraan Pilpres, utamanya kepada KPU dan Bawaslu.
"Mahkamah pada dasarnya menyatakan dalil-dalil permohonan tidak terbukti. Melihat situasi-kondisi politik-hukum di tanah air, saya berpandangan opsi satu ini yang sangat mungkin menjadi kenyataan," imbuhnya.
Kemudian opsi kedua, MK mengabulkan seluruh permohonan para pemohon. Dalam hal ini, MK mengabulkan diskualifikasi Prabowo-Gibran dan melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) hanya di antara Paslon 01 dan 03.
"Dari semua opsi, melihat situasi-kondisi politik-hukum di tanah air; termasuk rumit dan sulitnya proses pembuktian, saya berpandangan opsi dua ini hampir muskil bin mustahil terjadi," kata Denny.
Lalu opsi ketiga, MK mengabulkan sebagian permohonan yaitu mendiskualifikasi Gibran.
Dalam opsi ini, MK mengabulkan salah satu petitum Paslon 01 yang memberi alternatif hanya Gibran yang didiskualifikasi. Dan, Prabowo dapat kembali ikut PSU dengan pasangan cawapres yang baru.
Meski bisa saja terjadi, Denny menyebut opsi tersebut tetap tidak mudah. Sebab, selain keyakinan hakim ataupun judicial activism, juga butuh keberanian, pengakuan, dan introspeksi institusional.
Bahwa, masalah moral-konstitusional pencalonan Gibran bersumber dari Putusan 90 MK sendiri, sebagaimana telah secara terang-benderang diputuskan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Opsi keempat atau terakhir, MK mengabulkan sebagian permohonan dengan membatalkan kemenangan Gibran dan melantik hanya Prabowo. Kemudian memerintahkan pelaksanaan Pasal 8 ayat 2 UUD 1945.
Menurut Denny, opsi keempat tersebut membutuhkan penjelasan lebih panjang. Utamanya karena tidak ada dalam permohonan Paslon 01 maupun 03, sehingga menjadi ultra petita.
Dia menjelaskan dasar amar dimaksud ada dua. Pertama, peradilan sengketa Pilpres bukan sengketa perdata, tetapi peradilan konstitusional tata negara.
Sehingga demi menjaga kehormatan konstitusi, bisa memutuskan di luar permintaan para pihak. MK pun sudah beberapa melakukannya.
Kedua, dalam Pasal 53 ayat (2) Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024 diatur, "Dalam hal dipandang perlu, Mahkamah dapat menambahkan amar selain yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat 1".
Denny berpandangan, Norma tersebut dapat dimaknai Mahkamah membuka peluang ultra petita.
Bukan hanya di luar yang dimintakan para pihak, bahkan pun di luar ketentuan Peraturan MK atau UU MK.
"Yang dilakukan bukan pendiskualifikasian Paslon 02 karena Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan atas pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis, masif) Paslon 02, di samping tentu ada pula argumen hal demikian adalah kewenangan Bawaslu RI," terang Denny.
"Bukti-bukti yang dihadirkan tidak cukup untuk menguatkan dalil para pemohon (Paslon 01 dan 03). Memang pembuktian sengketa Pilpres sangat rumit dan sulit," lanjutnya.
Denny pun berpendapat MK bisa membatalkan kemenangan Gibran dengan berbagai pertimbangan konstitusional. Salah satunya cawe-cawe Presiden Jokowi terbukti.
Menurut Denny, opsi keempat ini menjadi bagian dari solusi lantaran Pasal 8 ayat (2) UUD 1945 memberikan waktu paling lambat 60 hari bagi MPR untuk memilih wapres dari dua calon yang diusulkan Presiden Prabowo Subianto, tentu setelah pelantikan pada 20 Oktober 2024.
"Opsi mana yang akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Akankah ada kejutan? Saya yakin tidak. Saya prediksi MK belum punya dukungan bukti dan keberanian untuk memutus di luar opsi putusan yang pertama, yaitu: menolak seluruh permohonan, dan hanya memberikan catatan perbaikan atas pelaksanaan Pilpres 2024," pungkasnya.
Sebagai informasi, sengketa Pilpres 2024 melibatkan Tim AMIN dan Ganjar-Mahfud sebagai pemohon dan KPU serta Bawaslu sebagai termohon.
Sementara, Tim Prabowo-Gibran menjadi pihak terkait.
Kemudian, MK akan membacakan putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 pada Senin, 22 April 2024 mendatang.***