• Senin, 22 Desember 2025

Bamsoet Sebut Tidak Perlu Ada Oposisi, Denny Indrayana: Pola Pikir Otoriter

Photo Author
- Jumat, 12 April 2024 | 09:09 WIB
Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Denny Indrayana. Foto: Dok.KONTEKS.CO.ID
Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Denny Indrayana. Foto: Dok.KONTEKS.CO.ID

KONTEKS.CO.ID - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut Indonesia tidak memerlukan adanya oposisi. Sebab, sistem demokrasi Pancasila tidak mengenal oposisi.

Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Denny Indrayana memberikan pandangannya terkait pernyataan Bamsoet yang menyatakan tidak perlu ada oposisi.

Menurutnya, situasi Demokrasi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ada upaya untuk memanipulasi. Selain itu, seolah harus sejalan dengan keinginan kekuasaan.

[irp posts="263134" ]

“Demokrasi kita sedang dimanipulasi. Seakan semua harus sejalan, selaras, serasi, seimbang,” katanya kepada KONTEKS.CO.ID, Jumat, 12 April 2024.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) periode 2011-2014 ini mengatakan, memaksa agar sesuai dengan keinginan kekuasaan adalah pola otoriter pada zaman Orde Baru.

“Itulah pola pikir otoriter Orde Baru. Yang memandang berbeda posisi, atau oposisi adalah haram, alias dilarang,” katanya.

[irp posts="263009" ]

Prof Denny menilai, perbedaan pendapat dalam demokrasi merupakan hal yang biasa. Apalagi, perbedaan tersebut dilindungan konstitusi.

“Padahal dalam demokrasi, perbedaan pendapat, perbedaan pandangan dan berjarak dengan kekuasaan itu justru dijamin dan dilindungi konstitusi,” jelasnya.

“Menolak oposisi, posisi di luar pemerintahan, adalah menolak demokrasi itu sendiri,” tambahnya.

[irp posts="262978" ]

Mantan Staf Khusus (Stafsus) Bidang Hukum era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengatakan, pada perhetalan Pemilu berbeda pilihan juga wajar.

Menurutnya, perbedaan itu akan membawa kualitas demokrasi di Indonesia semakin membaik. Selain itu, partai politik yang memilih menjadi oposisi tetap harus dihargai.

[irp posts="261026" ]

“Itu pula esensi kompetisi dalam Pemilu. Yang menang memerintah, yang kalah menjadi penyeimbang,” ujarnya.

“Kalau baik yang kalah dan menang akhirnya semua memerintah, dan berkuasa, tidak perlu ada Pemilu,” tutupnya.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Akbar Budi Prasetia

Tags

Terkini

X