• Senin, 22 Desember 2025

Menolak Lupa, Munir Said Thalib Dibunuh karena Benar

Photo Author
- Senin, 28 Agustus 2023 | 13:50 WIB
Menolak lupa, pembunuhan Munir Said Thalib pada 7 September 2004.
Menolak lupa, pembunuhan Munir Said Thalib pada 7 September 2004.

KONTEKS.CO.ID - Munir Said Thalib, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang tewas dibunuh dalan pesawat Garuda GA-974 rute Jakarta Amsterdam pada 7 September 2004.

Meski telah lama bergelut dalam bindang kemanusiaan, tapi nama Munir dikenal masyarakat setelah mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). 

Dalam organisasi Kontras, Munir yang lahir di Malang, Jawa Timur, pada 8 Desember 1965, fokus menangani perampasan hak asasi manusia dan penghilangan paksa.

Sempat menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Munir selalu memiliki pemikiran yang kritis. Sebagai aktivis kampus, jiwanya selalu memberontak karena masalah kesewenangan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Pada tahun 1998, Munir menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia.

Bersama organisasi senat ini, Munir kerap melakukan advokasi untuk masyarakat yang tertindas. Dia membentuk dan mengaktifkan forum-forum kajian.

Mulai dari Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Unibraw, dan mengaktifkan forum kajian melalui Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). 

Setelah lulus, Munir makin serius menggeluti dunia aktivis. Dia mulai terlibat advokasi kasus HAM tingkat nasional.

Dia bahkan menjabat sebagai Dewan Kontras dan menjadi penasihat hukum korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa terhadap 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 hingga 1998.

Munir melakukan advokasi untuk korban tragedi Tanjung Priok, pembunuhan Marsinah, dan krisis Timor Timur. Tapi langkah munir tidak bisa panjang, dia justru dihiilangkan secara tidak wajar.

Kronologi Kematian Munir Said Thalib


Mengingat kronologi kematian Munir yang terjadi pada 19 tahun lalu. Pada 6 September 2004 pukul 21.55 WIB, dia terbang ke Amsterdam untuk melanjutkan pendidikan studi pascasarjana.

Pesawat GA-974 itu transit di Bandara Changi, Singapura. Dalam perjalanan menuju Amsterdam, Munir mengalami sakit perut. Itu tak lama setelah minum jus jeruk.

Berdasarkan pemberitaan Kompas, 8 September 2004, Munir sempat diduga sakit sebelum mengembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 08.10 waktu setempat, dua jam sebelum mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam.  

Sejumlah saksi mengatakan saat transit di Changi, Munir terlihat seperti sedang sakit. Dia juga beberapa ke toilet. Dan saat mengalami sakit di pesawat, Munir mendapat pertolongan dari beberpa penumpang. 

Tempat duduk Munir dipindah kepada salah seorang dokter yang berada di dalam pesawat tersebut. Munir dinyatakan meninggal saat pesawat berada di atas Rumania atau pada ketinggian 40.000 kaki.

Saat pesawat mendarat di Belanda. Seluruh penumpang diharuskan mengikuti ketentuan otorita badara untuk dimintai keterangan. Setelah pemeriksaan selama 20 menit, seluruh penumpang kemudian diperbolehkan untuk turun.

Autopsi dilakukan Pemerintah Belanda untuk memastikan penyebab kematian Munir. Selang satu pekan, atau pada 12 September 2004, jenazah Munir dibawa pulang ke Indonesia dan dimakamkan di kampung halamannya, Batu, Malang, Jatim.

Institut Forensik Belanda (NFI) mengungkap hasil autopsi terhadap jenazah munir. Diketahui bahwa Munir meninggal akibat diracun dengan arsenikum. 

Di Indonesia, makam Munir dibongkar dan autopsi ulang dilakukan terhadap jenazah Munir. Ini harus dilakukan karena hasil autopsi dari NFI baru keluar satu bulan kemudian.

Penyelidikan berjalan, dan orang yang meracuni Munir adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Dia adalah polit senior Garuda yang ikut menumpang dalam pesawat itu. 

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pollycarpus divonis 14 tahun penjara. 

Vonis terhadap Pollycarpus sempat berubah-ubah pada tingkat banding dan juga kasasi. Tapi akhirnya putusan Mahkamah Agung (MA) tetap dengan vonis 14 tahun penjara pada 2013.

Satu tahun menjalani hukuman, Pollycarpus bebas bersyarat pada tahun 2014 dan bebas murni pada tahun 2018.***

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Eko Priliawito

Tags

Terkini

X