KONTEKS.CO.ID - 26 Desember 2004 akan selalu dikenang Indonesia sebagai hari terkelam dalam perjalanannya. Khususnya warga Aceh, inilah hari penuh duka dimana lebih dari seratus ribu orang tersapu badai tsunami Aceh. Dunia, selalu mengingat tanggal ini..
Pada pukul 7.59 waktu setempat, tiba-tiba warga Aceh yang di pesisir dikejutkan getaran hebat dari bawah tanah. Perut bumi bergerak dengan mengeluarkan gempa berkekuatan 9,3 skala Richter yang menggetarkan dasar laut di barat daya Sumatra. Jaraknya sekitar 20 sampai 25 kilometer lepas pantai.
Warga di pantai menyaksikan air laut tiba-tiba terlihat surut. Aceh tengah mengalami gempa terbesar kelima yang pernah ada dalam sejarah.
Tidak butuh waktu lama, hanya dalam kurun waktu tujuh menit, tiba-tiba gelombang raksasa bergerak menerjang pantai dan melahap daratan hingga 800 kilometer. Memporak porandakan kota dalam sekejap. Banda Aceh tak luput dari terjangan.
Suara takbir dan teriakan doa mengiringi warga yang berlarian menyelamatkan diri ke daratan yang lebih tinggi. Semantara itu, hanya dalam beberapa jam, gelombang tsunami dari gempa itu mencapai daratan Afrika.
Catatan pemerintah menunjukkan, tepatnya 132 ribu jiwa melayang, 37 ribu orang dinyatakan hilang dan setengah juta penduduk kehilangan rumah.
Tak hanya Aceh sebenarnya, Khao Lak di Thailand dan sebagian Sri Lanka dan India mengalami tsunami dashyat ini. Namun Aceh yang paling parah. Komunitas internasional bergerak ke kawasan bencana membantu korban.
Pada momen Aceh, kemanusiaan menunjukkan wujudnya. Kekompakan dunia dan sigapnya pemerintah membuat bantuan mengalir.
Dari peristiwa tsunami Aceh, provinsi yang saat itu masih bergolak karena aksi bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM) terbit gencatan senjata.
Atas nama kemanusiaan, pemerintah Indonesia yang saat itu baru saja dipimpin presiden barunya, Susilo Bambang Yudhoyono dan wakil presiden Jusuf Kalla, mengajak kelompok GAM turun gunung dan menjamin tidak ada penangkapan.
Hal ini dilakukan agar anggota GAM yang masih bergerilya dihutan-hutan dapat melihat kondisi kerabatnya.
Sejak saat itu perdamaian antara GAM dan pemerintah Indonesia tercipta. Dan Aceh pun mulai kembali membangun kotanya. ***