Sukses! 700 Penonton Sesaki Pertunjukan Drama Musikal Grand Show Indonesia Week 2025 di Kampus Asia Pasific University Prefektur Oita Jepang

KONTEKS.CO.ID – Tepuk tangan dari 700 penonton bergemuruh mengapresiasi pementasan drama musikal bertajuk “Nirwana: Rebirth of a Dream” di Millenium Hall, Ritsumeikan Asia Pasific University (APU), di Beppu, Prefektur Oita, pada Jumat 5 Desember 2025.

Acara drama kaya seni ini adalah puncak dari acara Grand Show Indonesia Week (INAWEEK) 2025 bertemakan Dreaming Without Limits: The Reverie of Nusantara. Yakni, acara tahunan pekan budaya Indonesia yang digelar mahasiswa Indonesia di APU.

Ap aitu Grand Show Indonesia Week 2025? Ini adalah bentuk kreatifitas dalam bingkai persahabatan ragam pertukaran budaya.

Baca Juga: BMKG Ingatkan Cuaca Ekstrem Berpontensi di Sumbar Hingga 13 Desember, Waspada Banjir Bandang dan Longsor

Indonesian Week 2025 mengajak komunitas internasional APU dan masyarakat Jepang menikmati keindahan budaya, kreativitas, serta cita-cita besar pemuda Indonesia.

Gelaran drama musikal ini bukan hanya diperankan oleh mahasiswa Indonesia APU, tapi juga melibatkan mahasiswa Jepang dan berbagai negara lainnya -suatu kolaborasi lintas bangsa yang menarik.

“Kali ini di APU, budaya bertemu bukan sebagai pihak yang asing satu sama lain, melainkan sebagai mitra,” kata Counsellor Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya (Pensosbud) KBRI Tokyo Lodya Habsanthiara, dalam keterangan tertulis yang Konteks terima, Kamis 11 desember 2025.

Baca Juga: Pembangunan Markas TNI Menuai Protes, Warga Luwu Utara Bentrok dengan Tentara

“KBRI Tokyo senantiasa mendukung kreatifitas mahasiswa Indonesia di Jepang selaku duta bangsa yang mempromosikan ragam seni budaya Tanah Air,” tambahnya.

Xaviera Carleonna Sunarto, Sutradara pementasan drama musikal Nirwana: Rebirth of a Dream menjelaskan, drama ini berdasarkan tema besar INAWEEK 2025, yaitu “Mengejar Mimpi”.

“Yang terlibat di Grand Show total ada 121 orang, dan untuk drama sendiri ada 24 pemeran yang tidak hanya dari mahasiswa Indonesia, tetapi juga mahasiswa Jepang, Sri Lanka, Bangladesh, Vietnam, dan, Mongolia,” tutur Sunarto.

Ceritanya dimulai dengan setting Jakarta tahun 1950-an. Ada seorang laki-laki yang bekerja sebagai pelayan dan mempunyai mimpi tentang kehidupan yang adil, dan bebas dari kekuasaan kelas atas.

Baca Juga: Ini Lima Tersangka Korupsi Hasil OTT KPK di Lampung Tengah

“Ia bertekad membuat sebuah perubahan melalui musik yang menyuarakan suara-suara rakyat kecil. Namun, saat ia memasuki ke dunia elite, ia dibutakan oleh kenyamanan,” beber Mahasiswi jurusan Hubungan Internasional APU ini.