ekonomi

DJP Mulai Pangil para Crazy Rich Karena Diduga Tak Jujur Bayar Pajak dan Laporkan Aset

Jumat, 12 Desember 2025 | 14:35 WIB
Bimo Wijayanto ditunjuk Prabowo sebagai Direktur Jenderal Pajak yang baru (Foto: x/@KASN_RI)
KONTEKS.CO.ID – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai meminta klarifikasi para high wealth individual atau kekinian disebut crazy rich karena diduga tidak jujur atau patuh dalam membayar pajak.
 
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, dalam acara gelaran Pusdiklat Pajak dikutip pada Jumat, 12 Desember 2025, menyampaikan, pihaknya memanggil sejumlah wajib pajak individu berpenghasilan tinggi (high wealth individual).
 
Ia menjelaskan, pemanggilan tersebut untuk dilakukan konsultasi dan klarifikasi soal pembayaran pajaknya karena banyak yang tidak sesuaian di laporan Surat Pemberitahuan (SPT)-nya.
 
Baca Juga: Pajak Ekonomi Digital Naik Drastis: DJP Catat Rp43,75 Triliun dari PMSE, Kripto, Fintech, dan SIPP
 
Laporan SPT para crazy rich itu, lanjut Bimo, tidak sesuai dengan sejumlah data pembanding yang dimiliki otoritas pajak.
 
"Kami punya data-data yang selama ini mungkin tidak pernah terkomunikasikan dengan baik," ujarnya.
 
Ia mengungkapkan, pada Kamis kemarin, DJP memanggil sejumlah crazy rich untuk mengonsultasikan dan  mengklarifikasi perbedaan laporan SPT dengan data yang dimiliki DJP.
 
Baca Juga: Ekonom Bank Danamon Usul Pemerintah Pangkas Harga Rumah Lewat Insentif Pajak
 
"Saya melakukan pemanggilan untuk konsultasi gitu kepada high wealth individuals," tandasnya.
 
Bimo mengungkapkan, saat ini DJP mempunyai data yang lebih lengkap, di antaranya para penerima manfaat (beneficial owner), kepemilikan aset hingga transaksi keuangan.
 
"Ada banyak sekali sekarang itu data luar biasa untuk benchmarking kepatuhan dari wajib pajak," ujarnya. 
 
Baca Juga: Kejagung Siap Denda Sejumlah Perusahaan Tambang Penunggak Pajak di Sultra
 
Ia menyampaikan, sejumlah wajib pajak, khsusunya dari kalangan high wealth individual, mengira bahwa pihak pajak tidak akan mengetahui aset-aset miliknya sehingga tidak mencantumkannya dalam SPT 
 
Bimo menegaskan, praktik tersebut sangat parodoks karena penghasilan yang tinggi dan mempunyai kemampuan ekonomi yang besar, namun laporan pajaknya tidak mencerminkan itu.
 
"Kami bisa melihat di situ, betapa sebenarnya ada sebuah paradoks," katanya.
 
Baca Juga: Penjelasan Kejagung Kenapa Cekal Bos Djarum Rachmat Hartono Terkait Kasus Korupsi Pajak Dicabut Dadakan
 
Ia menegaskan, harusnya para individu berpenghasilan tinggi ini menjadi penyeimbang agar tidak terjadi gap yang sangat curam.
 
"Supaya ketimpangan sosial, ketimpangan penghasilan itu bisa terminimalisasi," katanya.***

Tags

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB