KONTEKS.CO.ID - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea, buka suara soal potensi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026.
Menurutnya, angka kenaikan tahun depan bakal jauh dari kata seragam dan kemungkinan besar berbeda-beda di setiap daerah. Informasi itu ia dapatkan dari sejumlah sumber di pemerintahan.
Perbedaan tersebut disebut berasal dari skema baru penetapan UMP yang rencananya akan diterapkan mulai 2026.
Baca Juga: Tim Tenis Indonesia Bidik Emas SEA Games 2025, Janice Tjen Siap Bawa Pulang Gelar
Tidak lagi satu angka paten untuk semua provinsi seperti tahun lalu, melainkan mengikuti kondisi ekonomi daerah masing-masing.
“Ada yang naik sampai 7 persen, ada yang cuma 2,8 persen, ada juga 3,5 persen,” ujar Andi Gani di Istora Senayan, Jakarta.
Yang membuat situasi makin bikin kening berkerut, beberapa daerah industri besar justru disebut berpotensi mengalami penurunan UMP.
Baca Juga: Dirjen Bea Cukai Respons Penggeledahan Kejagung soal Ekspor Sawit: Kasus Lama, Proses Hukum Jalan
Skema baru ini menghitung nilai alfa, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu, sehingga hasil akhirnya bisa tidak setinggi kenaikan UMP 2025.
Meski begitu, Andi menegaskan bahwa kenaikan UMP 2026 tidak boleh lebih rendah dari tahun sebelumnya. Ia menilai pemerintah perlu mengajak serikat buruh duduk bersama agar hitungannya adil dan transparan.
Skema Baru Dinilai Terlalu Misterius
Andi menyampaikan, para buruh kini justru makin gelisah karena rumusan skema penghitungan UMP belum juga diumumkan.
Padahal idealnya, pemerintah sudah merilis formulanya sejak 21 November 2025. Namun, pengumuman itu diundur tanpa penjelasan detail.
Baca Juga: Yeri Red Velvet Siap Jadi Anna di Drama Webtoon Azure Spring: Kisah Laut, Mimpi, dan Harapan Baru