KONTEKS.CO.ID - Program raksasa Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan senilai Rp130 triliun yang digelontorkan pemerintah kini menghadapi tantangan besar di sisi penyerapan.
Realestat Indonesia (REI) mengidentifikasi adanya potensi kesenjangan (gap) penyerapan hingga Rp90 triliun jika skema penyaluran kredit hanya berfokus pada pengembang (developer) saja.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto, pada Kamis, 30 Oktober 2025, mengungkapkan bahwa antusiasme awal dari sisi pengembang sebenarnya sudah terlihat.
Baca Juga: Bertemu Langsung Paus Leo, Menag Nasaruddin Umar Sampaikan Deklarasi Istiqlal
Berdasarkan pendataan awal asosiasi, tercatat sudah ada 177 pengembang yang secara resmi menyatakan minat mereka untuk mengakses fasilitas KUR yang baru dibuka ini.
Namun, angka ini ternyata belum cukup untuk menjamin program triliunan rupiah itu akan sukses.
REI telah melakukan perhitungan internal yang hasilnya telah disampaikan kepada Menteri Perumahan, Maruarar Sirait.
Perhitungan ini mengungkap fakta krusial, dari total sekitar 7.000 hingga 8.000 pengembang aktif di seluruh Indonesia, jika mereka semua mengambil plafon maksimal Rp5 miliar per pengembang, potensi penyerapan dari sisi suplai (developer) hanya akan mencapai Rp40 triliun.
Baca Juga: Elektabilitas Meroket, Blak-blakan Rocky Gerung Tuding Menkeu Purbaya Incar Pilpres 2029
Angka Rp40 triliun ini sangat jauh dari total plafon yang disiapkan pemerintah, yakni Rp130 triliun. Inilah kesenjangan Rp90 triliun yang dikhawatirkan oleh REI.
Jika pemerintah tidak cermat, dana sebesar itu berpotensi menganggur dan gagal mendorong sektor perumahan seperti yang diharapkan.
Untuk menutup kesenjangan besar itulah, REI kini secara proaktif mendorong pemerintah agar memperluas definisi "pelaku usaha perumahan".
Joko Suranto menegaskan bahwa untuk menjamin kesuksesan program, penyaluran KUR tidak boleh berhenti hanya di level pengembang.
Kredit murah ini harus mengalir deras hingga ke akar rumput rantai pasok sektor perumahan.