KONTEKS.CO.ID – Ekonom dan Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP), Gede Sandra, mengungkap tujuan laku lancung praktik misinvoicing ekspor, di antaranya untuk hindari pajak.
Gede Sandra dilansir dari siniar Forum Keadilan Tv di Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2023, mengatakan, misinvoicing khususnya mengecilkan nilai transksi ekspor atau under invoicing menjadikan seolah-olah omzetnya kecil.
"Agar seolah-olah, 'Oh karena omzetnya dia kecil, dia tidak ada profit, dia tidak perlu bayar pajak. Ya, intinya dia menghindari pajak. Itu satu," ucapnya.
Kedua, lanjut Gede Sandra, eksportir melakukan under invoicing untuk menghindari pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Karena PNBP itu nilainya dikalikan dengan total sales, total revenue, total ekspornya ini," ungkapnya.
Ia menjelaskan, semakin kecil nilai ekspor, itu akan linier dengan jumlah BNPB yang harus dibayarkan.
"Kemudian juga, bea keluar. Itu juga bisa disiasati juga dengan itu. Jadi intinya, ini penggelapan pajak," tandasnya.
Gede Sandra menegaskan, praktik misinvoicing ini melanggar hukum dan merupakan praktik ilegal.
"PBB saja sudah mengeluarkan resolusi nih khusus untuk praktik aliran dana gelap ini," ujarnya.
Seingat Gede Sandra, ketentuan larangan tersebut diatur dalam sustainable development goals pada poin 16. Aliran dana gelap dari praktik tersebut menyebabkan perekonomian negara-negara berkembang sulit tumbuh.
"Benar kan, kita stagnan nih 10 tahun terakhir 4 persen, 5 persen, 4 persen, 5 persen," katanya.***