KONTEKS.CO.ID - Rencana pemerintah untuk menggelontorkan belanja fiskal secara masif, termasuk untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), mendapat sorotan tajam dari pengamat ekonomi Yanuar Rizky.
Mengutip teori dari begawan ekonomi Prof. Sumitro Djojohadikusumo, ia mengingatkan bahwa jika kelembagaan ekonomi suatu negara "acakadut" atau berantakan, maka penambahan belanja justru hanya akan menyebabkan "bocor, bocor, bocor".
Yanuar menilai, saat ini kondisi kelembagaan ekonomi Indonesia belum siap untuk menerima stimulus fiskal dalam skala besar.
Baca Juga: Prediksi Cuaca BMKG: Hujan Petir Bayangi Jabodetabek pada Siang dan Sore Hari
Ia menunjuk dua contoh kasus terkini sebagai bukti nyata dari rapuhnya institusi pendukung.
Pertama, carut-marut implementasi awal program MBG yang diwarnai berbagai insiden seperti keracunan massal, yang menunjukkan lemahnya persiapan dan pengawasan.
Kedua, adalah masalah kelangkaan dan mahalnya harga beras di pasaran, padahal pemerintah telah menerapkan kebijakan yang bersifat komando untuk mengamankan pasokan gabah.
"Ini juga menunjukkan kelembagaan (yang tidak siap)," tegas Yanuar dalam sebuah video yang tayang di kanal Youtube Forum Keadilan TV pada Sabtu, 27 September 2025.
Baca Juga: 3 Dosa Sistemik Polri Menurut Reza Indragiri, Jauh Lebih Gawat dari Brutalitas!
Benahi Institusi Sebelum Belanja Besar
Menurut Yanuar, pemerintah seharusnya tidak memaksakan belanja besar yang dibiayai oleh utang di saat fondasi kelembagaannya masih rapuh.
Mengacu pada pemikiran Prof. Sumitro, langkah yang lebih bijak adalah mundur selangkah, fokus membenahi tata kelola dan institusi terkait terlebih dahulu, baru kemudian melakukan belanja secara bertahap.
"Kalau kelembagaan ekonominya enggak siap, apa benar nih kita paksain belanja fiskal yang dibiayai oleh tekanan fiskal yang sedang terjadi?" tanyanya retoris.
Baca Juga: Tragis! Remaja Cantik Tewas Usai Implan Payudara, Sang Ayah Bongkar Fakta Mengejutkan
Memaksakan belanja besar di tengah institusi yang lemah, lanjutnya, hanya akan meningkatkan risiko kebocoran anggaran dan inefisiensi.