KONTEKS.CO.ID - PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC), emiten energi milik keluarga Panigoro, mencatat kinerja keuangan tertekan sepanjang semester I-2025.
Hal ini terjadi setelah eksplorasi sumur Barramundi di Blok Beluga, lepas pantai Natuna Barat, dinyatakan dry hole atau tidak menemukan kandungan hidrokarbon.
Eksplorasi Barramundi Merugi
Chief Administrative Officer MEDC, Amri Siahaan, mengungkapkan perseroan menghabiskan dana sekitar USD8,9 juta atau setara Rp146,34 miliar (kurs Rp16.443 per dolar AS) untuk pengeboran eksplorasi.
Baca Juga: Sufmi Dasco Menghadap Prabowo di Istana, Terlibat Pembicaraan Serius Empat Mata
“Perseroan juga mencatat biaya dry hole senilai USD8,9 juta dari pengeboran eksplorasi sumur Barramundi di PSC Beluga,” kata Amri dalam public expose, Rabu, 10 September 2025.
Dampak ke Kinerja Keuangan
Biaya dry hole tersebut berdampak signifikan terhadap pendapatan dan laba bersih perusahaan. Laba bersih MEDC merosot 81,49% menjadi USD37,18 juta atau Rp602,67 miliar, dibanding USD200,99 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Pendapatan perseroan juga turun tipis 2,31%, dari USD1,16 miliar pada semester I-2024 menjadi USD1,13 miliar atau Rp18,29 triliun.
Baca Juga: Presiden Prabowo Telepon Emir Qatar, Tegaskan Penolakan atas Serangan Israel
Sebagian besar kerugian juga ditopang investasi pada PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN), yang membukukan rugi USD31,11 juta.
“Seiring dengan transaksi ke fase 8 dan smelter mulai produksi katoda tembaga pada akhir Maret dengan penjualan dimulai pada kuartal II,” ujar Amri.
Strategi Produksi Migas
Kendati menghadapi tekanan laba, Medco tetap mematok target produksi minyak dan gas di kisaran 155.000–160.000 barrel oil equivalent per day (MBOEPD) hingga akhir tahun.
Target itu diperkuat dengan rampungnya akuisisi hak partisipasi (PI) Blok Corridor dari Repsol.
Dengan tambahan PI dari 46 persen menjadi 70 persen, Medco memperkirakan tambahan produksi sebesar 25.000 barel per hari. Nilai akuisisi mencapai USD425 juta atau Rp6,89 triliun.