McKinsey juga menyinggung contoh perusahaan energi terbarukan di Eropa yang menekankan kesesuaian budaya dalam rekrutmen.
Mereka bahkan membentuk akademi khusus untuk meningkatkan keragaman tenaga kerja.
Baca Juga: Demo DPR soal Tunjangan Panas, Aria Bima Pastikan Aspirasi Rakyat Didengar Tapi Jangan Anarkis
Dengan cara itu, perusahaan bukan hanya menjaga budaya kerja sehat, tapi juga mempercepat pertumbuhan.
“Perusahaan yang konsisten pada budaya inti terbukti lebih adaptif dalam menghadapi tantangan sekaligus lebih cepat tumbuh,” terang studi tersebut.
Dampak pada Talenta dan Kinerja Finansial
Budaya kerja sehat bukan hanya soal keharmonisan internal, tapi juga menjadi magnet bagi talenta terbaik.
Baca Juga: Ekonomi Sedang Tidak Baik-Baik saja, Pramono Anung Diskon Pajak Hotel dan Restoran di Jakarta
Riset menunjukkan lebih dari 70 persen pencari kerja mencari informasi langsung dari karyawan sebelum melamar.
Reputasi budaya positif membuat perusahaan lebih mudah mendapatkan tenaga kerja unggulan.
Selain itu, dampak finansial juga nyata.
McKinsey mencatat, perusahaan dengan budaya kuat mampu meningkatkan laba operasional hingga 18 persen dalam satu tahun.
Baca Juga: Demo Panas soal Tunjangan DPR, Istana Malah Sibuk Bagi 141 Tanda Jasa, Netizen: Ironi Level Dewa
Tingkat pengembalian modalnya bahkan 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan budaya lemah.
“Budaya kerja yang sehat bukan biaya tambahan, melainkan investasi strategis yang langsung tercermin dalam performa keuangan,” tegas laporan itu.
Pesan utama dari studi McKinsey jelas: budaya kerja sehat adalah aset strategis yang wajib dijaga sejak awal.