KONTEKS.CO.ID - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di lantai Bursa Efek Indonesia atau BEI melorot 9,19% saat pembukaan perdagangan perdana pascalibur Lebaran hari ini, Selasa 8 April 2025 pagi.
Menariknya, bursa di kawasan Asia justru umumnya memperlihatkan kondisi berbeda. Hampir semuanya kompak hijau royo-royo.
Bursa Nikkei 225 termonitor naik 6,33% pada Selasa pagi ini. Kemudian Hang Seng naik 2,44% dan Shanghai merayap naik 0,55%. Hanya Strait Times Singapura turun yang turun 1,93%.
Baca Juga: Klaim Utang dan Inflasi Indonesia Masih Terkecil di Dunia, Prabowo: Kita Jangan Terlalu Takut
Anjloknya indeks tak lain akibat nilai saham-saham big cap alias emiten dengan kapitalisasi besar di Indonesia sama-sama melorot.
Saham big cap yang turun dipimpin oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BBCA minus 12,94%. Menyusul PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang turun 14,94%, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BBNI yang merosot 13,21 persen, dan PT Astra International Tbk. (ASII) yang melemah 3,46 persen.
Semua karena Kebijakan Tarif Trump
Menurut analisis pasar sekaligus founder Stocknow.id Hendra Wardana, penurunan itu menggambarkan kepanikan pasar yang dahsyat pascalibur panjang Lebaran 2025.
Baca Juga: Patah Hati Bareng Suzy dan Lee Jin-uk: Romansa Melankolis di Film 7 AM Breakfast Meeting for the Heartbroken
Indeks LQ45 yang ditempati saham-saham unggulan ikutan longsor 11,31% ke level 651,46.
"Saham-saham berkapitalisasi besar ikutan ambruk," kata Hendra dalam keterangan persnya, Selasa 8 April 2025.
Ia menjelaskan, penurunannya terlalu dalam akibat seluruh sentimen negatif global menumpuk selama libur Lebaran. Kemudian meledak dalam satu sesi perdagangan.
Baca Juga: Pelatih Yaman Ungkap Faktor Kekalahan dari Timnas U-17 Indonesia
Dia menilai faktor besar yang memicu aksi jual besar-besaran tersebut masih seputar pengumuman kebijakan tarif impor baru oleh Presiden AS Donald Trump.
Tarif tersebut pencerminan dari perang dagang, termasuk kepada Indonesia yang kena pajak 32%. Tarif ini berlaku terhadap hampir semua produk ekspor Indonesia.
Pasar meresponsnya secara berlebihan karena persentase ekspor RI ke AS hanya 9,9% dari total ekspor Indonesia. Respons ini menggambarkan ketegangan perdagangan dunia yang meningkat lagi. Ada kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia dan gangguan rantai pasok.
Baca Juga: April Hallyu Party! Deretan Bintang Korea Gelar Fan Meeting di Indonesia Usai Libur Lebaran
"Tak ada reaksi cepat dari Pemerintah Indonesia sebelum pasar dibuka juga membuat pelaku pasar kehilangan kepercayaan," tegas Hendra. ***