Ekspor batu bara Indonesia anjlok ke titik terendah dalam tiga tahun pada Januari–April 2025.
Situasi itu yang dinilai para pakar bisa menjadi tanda awal tren penurunan jangka panjang.
“Ini sinyal yang harus mulai dianggap serius para pelaku tambang batu bara Indonesia,” ujar Hazel Ilango dari Energy Shift Institute.
Laporan juga menyoroti sekitar 75 persen saham perusahaan batu bara Indonesia dikuasai pemilik, direksi, dan komisaris.
Faktor lain seperti aturan pasokan domestik, tarif royalti tinggi, dan terbatasnya akses pembiayaan global turut menekan keuntungan.
Baca Juga: Laba Bersih BUMI Meroket 45,5 Persen di Tengah Penurunan Pendapatan dan Harga Batu Bara
Menurut Putra Adhiguna dari Energy Shift, sektor swasta dan investor masih lebih fokus pada keuntungan jangka pendek daripada rencana transisi jangka panjang.
Sementara kebijakan pemerintah masih belum konsisten.
Di satu sisi, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi, tetapi di sisi lain masih menyetujui pembangunan PLTU baru dan memperluas produksi batu bara.
Bahkan ketika program pensiun dini PLTU sedang berjalan melalui kesepakatan transisi senilai USD20 miliar.
Jordan Lee dari Tony Blair Institute menambahkan tanpa rencana matang, industri batu bara Indonesia berisiko mengulangi kegagalan yang dialami beberapa perusahaan minyak besar saat mencoba melakukan transisi serupa.***
Artikel Terkait
Ngeri, 63 Jasad Penambang Batu Bara Ini Baru Ditemukan setelah 18 Tahun Berlalu
Pemerintahan Prabowo Genjot Gasifikasi Batu Bara, Targetkan Dimethyl Ether Gantikan LPG