dunia

Profil Muhammad Yunus, PM Bangladesh: Bankir yang Pernah Kalahkan SBY Meraih Nobel Perdamaian 2006

Rabu, 7 Agustus 2024 | 14:06 WIB
Muhammad Yunus, Perdana Menteri (PM) Bangladesh sementara pascakaburnya PM lama, Syaikh Hasina, ke India. Foto: Dipo Malakar

KONTEKS.CO.ID - Profil Muhammad Yunus, Perdana Menteri (PM) Bangladesh sementara pascamundurnya PM sebelumnya, Sheikh Hasina, terbahas di artikel Konteks ini.

Ya, seorang peraih Nobel Perdamaian yang terkenal sebagai "bankir bagi kaum miskin" akan berusaha membawa stabilitas ke Bangladesh.

Tanggung jawab ini ia embas seusai menjawab seruan dari para mahasiswa pengunjuk rasa agar mau memimpin sementara negara yang bergolak itu. Bangladesh sedang dalam buruk setelah berminggu-minggu demonstrasi antipemerintah yang mematikan.

Profil Muhammad Yunus akan memimpin pemerintahan sementara setelah penggulingan PM negara Asia Selatan itu dan pembubaran parlemen, menurut Sekretaris Pers Presiden Bangladesh, mengutip CNN, Rabu 7 Agustus 2024.

Yunus adalah seorang wirausahawan sosial dan bankir yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 2006. Nobel ia raih atas pekerjaan perintisnya di bidang keuangan mikro. Program yang membantu mengurangi kemiskinan di Bangladesh dan teradopsi secara luas di seluruh dunia.

Ia juga merupakan kritikus lama mantan PM Sheikh Hasina, yang mengundurkan diri awal pekan ini. Hasina kini meninggalkan negara itu setelah bertahun-tahun memerintah Bangladesh secara otoriter.

Kepergiannya membawa kegembiraan bagi gerakan mahasiswa yang memaksanya keluar. Tetapi beberapa juga kekhawatiran apakah militer akan turun tangan untuk mengisi kekosongan kepemimpinan.

Seorang sumber mengatakan kepada CNN bahwa Yunus berada di Prancis untuk menjalani prosedur medis kecil. Namun akan segera kembali ke Bangladesh untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin sementara.

Kelompok Students Against Discrimination juga mengonfirmasi kepulangannya. “Kami sangat senang untuk mengatakan bahwa Dr Yunus telah setuju untuk menerima tantangan ini untuk menyelamatkan Bangladesh sesuai permintaan mahasiswa kami,” kata mereka.

Latar Belakang Profil Muhammad Yunus?


Yunus lahir pada 1940 di Chittagong, sebuah kota pelabuhan di tenggara Bangladesh, menurut profilnya di situs web Hadiah Nobel.

Ia belajar di Universitas Dhaka, sebelum menerima beasiswa Fulbright yang bergengsi untuk kuliah di Universitas Vanderbilt di Amerika Serikat, tempat ia menerima gelar Ph.D. di bidang ekonomi.

Pada 1972, setahun setelah Bangladesh merdeka dari Pakistan, ia kembali untuk mengajar di Universitas Chittagong.

Namun bencana segera melanda. Kelaparan parah melanda negara itu pada tahun 1974, menewaskan sekitar 1,5 juta orang.

“Saya merasa sulit untuk mengajarkan teori-teori ekonomi yang elegan di ruang kelas universitas, di tengah-tengah kelaparan yang mengerikan di Bangladesh. Tiba-tiba, saya merasakan kekosongan teori-teori tersebut di tengah kelaparan dan kemiskinan yang menghancurkan,” kata Yunus dalam ceramah Nobelnya tahun 2006 setelah menerima penghargaan tersebut.

“Saya ingin melakukan sesuatu yang cepat untuk membantu orang-orang di sekitar saya. Meskipun itu hanya satu orang, untuk menjalani hari dengan sedikit lebih mudah,” katanya.

Yunus mulai memberikan pinjaman kecil dari kantongnya sendiri kepada penduduk termiskin di komunitasnya. Kemudian mendirikan Grameen Bank pada 1983, yang kemudian menjadi pemimpin dunia dalam mengurangi kemiskinan melalui pinjaman mikro.

Bank tersebut berkembang pesat, dengan berbagai cabang dan model serupa yang kini beroperasi di seluruh dunia. Yunus dan Grameen Bank teranugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian pada 2006, setelah memberikan pinjaman sekitar USD6 miliar untuk perumahan, pinjaman mahasiswa dan usaha mikro. Khususnya untuk mendukung perempuan Bangladesh.

Sekadar catatan, Yunus berhasil mengalahkan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang berhasil merealisasikan perdamaian di Tanah Rencong, Aceh. Ia bersama Wapres Jusuf Kalla berhasil membawa Gerakan Aceh Merdeka ke meja perundingan dan meneken perjanjian damai pada 15 Agustus 2005.

Yunus juga tercatat sebagai pendiri Yunus Centre, lembaga pemikir yang berbasis di Dhaka yang membantu mengembangkan bisnis sosial baru.

Beberapa kritikus telah memandang Yunus dan Grameen Bank dengan skeptis. Alasannya, suku bunga tinggi beberapa pemberi pinjaman mikro telah membuat peminjam miskin lantaran pemberi pinjaman memperoleh keuntungan besar dari pinjaman kecil.

Yunus telah menepis klaim tersebut, dengan mengatakan, Grameen Bank tidak bertujuan untuk menghasilkan uang. Tetapi untuk membantu orang miskin dan memberdayakan usaha kecil.

Perselisihan dengan Pemerintahan Sheikh Hasina


Selama bertahun-tahun, Yunus telah berulang kali berhadapan langsung dengan mantan perdana menteri Hasina – yang menuduhnya “menghisap darah dari orang miskin”, menurut Reuters.

Yunus sempat mengusulkan pembentukan partai politik baru pada tahun 2007 menjelang pemilihan umum legislatif. Rencananya Hasina kecam dengan mengatakan, pendatang baru di dunia politik adalah “elemen berbahaya … yang patut dicurigai”.

Yunus akhirnya tidak melanjutkan pembentukan partai tersebut.

Pada 2011, bank sentral yang Pemerintah Bangladesh kendalikan mencopot Yunus sebagai Direktur Pelaksana Grameen Bank. Tuduhannya, ia telah melampaui usia pensiun wajib.

Pada tahun-tahun berikutnya, Yunus terlibat dalam sejumlah kasus hukum yang menurut para pendukungnya merupakan akibat dari dirinya yang menjadi sasaran tidak adil oleh pihak berwenang.

Kasus-kasus tersebut termasuk gugatan pencemaran nama baik, kasus keamanan pangan, dan tuduhan penyimpangan pajak, yang semuanya ia bantah.

Pada bulan Januari, Pengadilan di Bangladesh menjatuhkan hukuman enam bulan penjara kepada Yunus karena pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan. Dan bankir tersebut kembali membantah melakukan kesalahan apa pun.

Dalam kasus terpisah, ia didakwa pada bulan Juni atas tuduhan penggelapan.

Pemerintah Hasina bersikeras tindakannya terhadap Yunus tidak bermotif politik, tetapi bankir itu tidak setuju. Saat ini belum jelas apa yang akan terjadi pada penuntutan tersebut setelah Hasina tidak lagi berkuasa.

Saat mengajukan banding, Yunus mengatakan, tuduhan korupsi terhadapnya tidak berdasar dan menyebutnya sebagai pelecehan.

"Saya tidak berkecimpung di bidang politik, tidak ada bukti bahwa saya terlibat dalam politik," kata Yunus saat itu, memperingatkan bahwa Bangladesh tengah menjadi "peradaban yang menghancurkan diri sendiri".

Dalam wawancara terpisah dengan Reuters pada bulan Juni, ia mengatakan Bangladesh telah berubah menjadi negara "satu partai". Dan partai yang berkuasa membasmi semua persaingan politik.

Dalam wawancara dengan CNN setelah pengunduran diri Hasina pada hari Senin, Yunus mengatakan, pihaknya ingin melihat tentara menyerahkan kendali negara kepada pemerintah sipil.

Ia mengecam Hasina, dengan mengatakan bahwa ia telah "menyiksa kami, ia telah membuat negara ini tidak layak huni bagi rakyat".

"Orang-orang merayakan di jalan dan jutaan dan jutaan orang di seluruh Bangladesh [sedang] merayakan seolah-olah ini adalah hari pembebasan kami," katanya.

Dalam menyampaikan pesannya kepada gerakan protes di Bangladesh, ia menilai, "Kalian telah melakukan pekerjaan yang hebat." ***

Tags

Terkini