KONTEKS.CO.ID - Unesco telah mengakui kumpulan besar surat tulisan tangan dan arsip milik Raden Ajeng Kartini (1879–1904) sebagai warisan dunia dokumenter.
Kartini dikenal sebagai penentang ketimpangan gender dalam masyarakat feodal Jawa.
Termasuk pernikahan paksa, poligami, dan kurangnya akses pendidikan bagi perempuan.
Koleksi surat dan arsip ini disimpan di tiga lembaga, yaitu Perpustakaan Universitas Leiden (326 surat dan dokumen terkait), Arsip Nasional di Den Haag (9 item), dan Arsip Nasional Republik Indonesia (9 item).
Ketiga koleksi tersebut telah didaftarkan bersama dalam daftar global Unesco Memory of the World.
Daftar ini memuat warisan dokumenter yang memiliki makna luar biasa dan harus dilestarikan untuk generasi mendatang.
Koleksi Surat Kartini di Leiden mencakup 101 surat pribadi tulisan tangan dari periode 1900–1904.
Mayoritas surat ini, yang ditulis dalam bahasa Belanda, ditujukan kepada Rosa Manuela Abendanon-Mandri, istri Jacques Henri Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Agama, dan Industri di Batavia.
Cucu Kartini menyumbangkan surat-surat tersebut ke Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) pada 1986.
Koleksi ini kemudian dilengkapi sumbangan sejarawan C. Fasseur (2001) dan Institut Van Vollenhoven (2014).
Koleksi ini juga mencakup surat-surat dari saudari-saudari Kartini, yaitu Roekmini, Kardinah, Kartinah, dan Soematri.
Koleksi Kartini di Leiden, yang dimiliki oleh KITLV, telah dikelola oleh UBL (Leiden University Libraries) sejak 2014.
Kartini lahir pada 1879 sebagai putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara.
Sosroningrat memberikan pendidikan Eropa kepada anak-anaknya. Kartini bersekolah hingga usia dua belas tahun, tetapi kemudian harus meninggalkan sekolah untuk menjalani masa pingitan menjelang pernikahan paksa sesuai adat.