KONTEKS.CO.ID – Tahun ini, sejumlah mata uang negara menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas nilai tukarnya.
Beberapa mata uang bahkan mengalami penurunan drastis, hingga lebih dari 40%.
Hal ini sebagai akibat dari berbagai faktor termasuk inflasi tinggi, krisis politik, dan beban utang yang berat.
Berikut adalah 8 mata uang terendah di dunia yang terkena dampak keras dari kondisi ekonomi yang tak menguntungkan.
1. Pound Libanon (LBP)
Pertama ada Pound Libanon yang menjadi salah satu mata uang yang paling terpukul tahun ini.
Mata uang ini mengalami penurunan nilai sebesar 89,96% dari LBP 1505,7 per US$ 1 pada akhir 2022.
Selain itu, mata uang ini juga terjun bebas menjadi LBP 15.000/US$ pada tanggal 24 Agustus 2023.
Penyebab utama dari kejatuhan ini adalah konflik politik dan sosial yang berlarut-larut, menghancurkan kepercayaan terhadap mata uang negara ini.
2. Dolar Zimbabwe (ZWL)
Selanjutnya ada Dolar Zimbabwe merosot 84,65% akibat serangkaian krisis yang melanda negara ini.
Penyebabnya termasuk krisis politik pasca pemakzulan Presiden Robert Mugabe pada 2017, dampak pandemi Covid-19.
Selain itu lonjakan inflasi yang tak terkendali, dan kenaikan suku bunga global juga menjadi salah satu penyebabnya.
Semua penyebab ini telah memberikan tekanan yang luar biasa pada nilai tukar mata uang ini.
3. Peso Argentina (ARS)
Kemudian mata uang terendah di dunia ada Peso Argentina mengalami pelemahan tajam sebesar 49,49% sepanjang tahun ini.
Krisis ekonomi dan gagal bayar yang terjadi pada 2020 telah membawa dampak signifikan pada mata uang ini.
Tingkat inflasi yang sangat tinggi, bahkan melampaui 100% pada April 2023, membuat upaya pemulihan nilai tukar menjadi sangat sulit.
Bank sentral Argentina mengambil langkah tegas dengan menaikkan suku bunga secara dramatis untuk mengendalikan inflasi.
4. Shilling Kenya (KES)
Mata uang Shilling Kenya juga mengalami penurunan meski tidak sedalam mata uang negara lain.
Nilai tukar shilling merosot akibat beban utang yang melebihi batas yang telah pemerintah tetapkan.
Sehingga penurunannya mencapai 1,56 triliun shilling atau sekitar US$ 10,8 miliar pada Juni 2023.
5. Yen Jepang (JPY)
Tidak hanya negara berkembang yang terpukul, beberapa mata uang negara maju juga merasakan dampak.
Yen Jepang mengalami penurunan sebesar 9,69% terhadap dolar AS.
Faktor-faktor global dan kebijakan internal Jepang mempengaruhi nilai tukar mata uang ini.
6. Dolar Selandia Baru (NZD)
Selanjutnya ada Dolar Selandia Baru yang terdepresiasi sekitar 8,5% terhadap dolar AS.
Kondisi ekonomi global dan perubahan suku bunga di berbagai negara menjadi faktor yang memengaruhi pelemahan nilai tukarnya.
7. Krona Norwegia (NOK)
Nilai krona Norwegia juga mengalami penurunan sekitar 8% terhadap dolar AS.
Faktor-faktor eksternal dan perubahan dalam kondisi pasar global berperan dalam penurunan ini.
8. Rupiah Indonesia (IDR)
Meskipun menghadapi beberapa tantangan, rupiah Indonesia relatif tangguh tahun ini.
Mata uang Garuda menguat sekitar 2,14% terhadap dolar AS, menunjukkan stabilitas yang relatif di tengah dinamika ekonomi global.
Mata uang-mata uang ini menghadapi tekanan berat akibat berbagai faktor eksternal dan internal.
Upaya untuk mengatasi masalah ini akan memerlukan tindakan yang hati-hati dan terkoordinasi, baik dari pemerintah maupun bank sentral masing-masing negara.
Dalam kondisi perekonomian yang kompleks dan tidak pasti, menjaga stabilitas mata uang menjadi tantangan yang semakin mendesak.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"