daerah

Alasan MK Diskualifikasi Ade Sugianto dari Pemenang Pilkada Kabupaten Tasikmalaya

Senin, 24 Februari 2025 | 18:24 WIB
Ade Sugianto didiskualifikasi MK dari kontestasi Pilkada Kabupaten Tasikmalaya. (Instagram Ade Sugianto)

KONTEKS.CO.ID - Mahkamah Konstitusi atau MK telah mendiskualifikasi peserta dan pemenang Pilkada Kabupaten Tasikmalaya, Ade Sugianto, yang berasal dari paslon nomor urut 3.

Ade yang berpasangan dengan Iip Miftahul Paoz sebagai calon wakil bupati dicalonkan oleh tiga partai.

Ketiga partai itu adalah PDIP, PKB, dan Partai Nasdem dan mereka menang dengan perolehan suara lebih dari 400 ribu.

Namun, akhirnya MK mengabulkan gugatan dari paslon nomor urut 1 tentang keabsahan Ade Sugianto sebagai calon bupati.

Baca Juga: MK Diskualifikasi Ade Sugianto, Kabupaten Tasikmalaya Gelar Pilkada Ulang

Alasan MK Diskualifikasi Ade Sugianto

Diskualifikasi Cabup Ade Sugianto ini diputuskan MK berkaitan dengan periodisasi jabatannya. Ade diketahui telah menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya setelah terpilih dalam Pilkada 2020.

Namun sebelum itu, persoalan muncul karena dia sempat menggantikan Bupati Tasikmalaya periode sebelumnya, Uu Ruzhanul Ulum yang terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat bersanding dengan Ridwan Kamil sebagai Gubernur.

Dalam putusannya, Mahkamah mempertimbangkan Surat Telegram atau Radiogram Gubernur Jawa Barat Nomor 131/169/Pemksm yang terbit pada 5 September 2018.

Dari Radiogram tersebut, Mahkamah mengutip poin CCC TTK yang menyatakan agar Ade Sugianto melaksanakan tugas sehari-hari Bupati sampai dengan dilantiknya Bupati atau diangkatnya Pj Bupati.

“Secara terang-benderang menunjukkan bahwa H Ade Sugianto telah menjalankan tugas dan wewenang Bupati Tasikmalaya sampai dengan dilantiknya Bupati/ Pj Bupati,” ujar Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan.

Baca Juga: PDIP, PKB, dan Nasdem Harus Ganti Ade Sugianto untuk Pilkada Ulang Kabupaten Tasikmalaya

Penghitungan Masa Jabatan

MK menyatakan bahwa seseorang dihitung telah menjabat sebagai kepala daerah sejak mulai secara nyata menjalankan tugas menggantikan pejabat sebelumnya, bukan sejak pelantikan sebagai pejabat pengganti (acting).

Pertimbangan ini merujuk pada empat Putusan MK sebelumnya, yaitu Nomor 22/PUU-VII/2009, 67/PUU-XVIII/2020, 2/PUU-XXI/2023, dan 129/PUU-XXI/2024.

Dalam putusan-putusan tersebut, MK dengan jelas menjelaskan bahwa masa jabatan seorang kepala daerah yang menggantikan pejabat sebelumnya dihitung satu periode jika lebih dari dua tahun enam bulan, tanpa membedakan jabatan definitif atau sementara.

Halaman:

Tags

Terkini