“Sudah seminggu, seperti inilah kondisi saat ini beberapa korban #TragediKanjuruhan,” tulisnya, yang diunggah pada Minggu 9 Oktober 2022.
“Pendarahan dalam mata, sesak, batuk-batuk, cidera hingga ada korban yang Retina matanya sampai detik ini tak ada warna putihnya. TGIPF: Semua gara-gara gas air mata,” tulisnya disertai tanda pagar #USUTTUNTAS
Dalam tragedi Kanjuruhan itu, pihak kepolisian menembakan gas air mata ke arah tribun penonton hingga menyebabkan penonton panik. Efeknya, penonton yang terkena tembakan mengalami sakit di mata.
Belakangan, polisi menyebut bahwa gas air mata yang ditembakan sebanyak 11 kali dalam tragedi Kanjuruhan itu sudah kedaluwarsa alias telah melewati batas guna.
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengklaim, kedaluwarsanya masa pakai justru membuat fungsi gas air mata menurun. Benarkah?
Kenyataannya, para Aremania banyak yang matanya merah hingga seminggu lebih tak kunjung sembuh akibat gas air mata tersebut.
Kata Dedi, gas air mata yang telah kedaluwarsa tersebut justru mengalami penurunan dari segi fungsi. Sehingga, fungsi gas air mata yang telah kedaluwarsa bisa tak lagi efektif.
Menurut Dedi, aparat kepolisian saat itu menggunakan tiga jenis gas air mata. Masing-masing jenis memiliki perbedaan skala dampak jika ditembakkan.