Baca Juga: Indonesia Tagih BYD dkk Produksi Mobil Listrik Lokal TKDN Minimal 40 Persen
Gaikindo, tegas dia, meminta pemerintah memperhatikan industri yang sudah ada. Intinya, harus ada kebijakan yang mendukung industri otomotif yang memproduksi ICE, HEV, hingga BEV agar tumbuh bersama-sama.
Kalau skema insentif BEV impor dipertahankan, dia menilai, yang diuntungkan adalah importir. Padahal, tantangan yang dihadapi industri otomotif kini sangat berat.
Sebagai contoh, pemain industri komersial kini menghadapi tantangan banjir truk impor, mayoritas asal China, yang jumlahnya tahun ini bisa 14.000 unit.
Sementara itu, Riyanto, peneliti LPEM UI, berpendaoat, insentif BEV impor CBU memang mampu mendorong penjualan BEV pada 2024 dan 2025. Artinya, uji pasar BEV berhasil.
Baca Juga: Bentrokan Pecah di Pejompongan dan Palmerah, Polisi Tembak Demonstran dengan Gas Air Mata
Bahkan, dia menuturkan, saat ini, BEV impor merajai pasar domestik. Porsinya mencapai 64% per Mei 2025, naik tajam dari hanya 40,2% pada periode sama tahun lalu.
Namun, ungkap Riyanto, insentif BEV Impor hanya berdampak ke sektor perdagangan saja yang memiliki efek berganda (multiplier effect) jauh lebih kecil dibandingkan produksi lokal. Ini juga membuat utilisasi produksi pabrik dalam negeri tidak optimal.
Dia merekomendasikan pemerintah memberikan kebijakan fiskal yang konsisten, fair dan proporsional berbasis emisi dan TKDN. Kendaraan yang berkontribusi mengurangi emisi cukup besar dan dampak terhadap perekonomiannya besar, patut memperoleh insentif yang besar pula. ***
Artikel Terkait
Ombudsman Desak Pemerintah Terbuka Soal Insentif Mobil Listrik
Rincian Bantuan Insentif Mobil dan Motor Listrik yang Perlu Anda Tahu
Mobil Listrik dan Mobil Hibrid: Solusi Transportasi Ramah Lingkungan
BYD Atto 1 Jadi Mobil Listrik Termurah di Indonesia Seharga LCGC
Indonesia Tagih BYD dkk Produksi Mobil Listrik Lokal TKDN Minimal 40 Persen