Atas dasar itu ia menganggap keputusan pemerintah mengumumkan kenaikan tarif cukai 10 persen yang akan berlaku tahun 2023-2024 adalah upaya fait accompli.
Karena keputusan tersebut tidak melibatkan DPR. Sehingga keputusan tersebut bisa dianggap sepihak, karena tanpa mempertimbangkan masukan dan aspirasi dari berbagai pihak.
“Secara makro, kondisi saat ini sedang dalam situasi rentan, bahkan penuh ketidakpastian akibat resesi global. Kondisi ini, tentu berakibat pada tidak stabilnya daya beli termasuk terhadap produk tembakau. Kita juga belum benar-benar bisa keluar dari krisis akibat pandemi. Tumpukan dari krisis dan resesi yang sudah berat itu, menjadi semakin berat dengan dinaikkannya CHT. Di mana dampak positifnya?” ujar Misbakhun.
Untuk menyikapi kenaikan harga cukai tembakau secara sepihak ini, Komisi XI akan memanggil Menteri Keuangan untuk meminta keterangan perihal kenaikan tarif CHT tersebut.
“Agenda ini, jadi krusial mengingat Indonesia diramalkan akan menghadapi masa krisis pada tahun mendatang,” katanya.