KONTEKS.CO.ID - Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan akhirnya buka suara soal keputusan Presiden Prabowo Subianto yang kembali memberikan pengampunan kepada terpidana korupsi.
Langkah ini menjadi sorotan karena sudah yang ketiga kalinya dilakukan sepanjang 2025.
Menanggapi kritik dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai pemberian ampunan berpotensi menjadi preseden buruk dan rawan intervensi hukum, Otto menegaskan bahwa keputusan Presiden justru berangkat dari prinsip keadilan.
Baca Juga: TNI Buka Posko Bantuan di Halim, Ribuan Logistik Disalurkan untuk Korban Banjir Sumatera dan Aceh
“Bapak Presiden tidak mau ada orang yang tidak bersalah dihukum, dan tidak mau juga orang bersalah bebas,” kata Otto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat 28 November 2025.
Ia menjelaskan, Prabowo sangat berhati-hati agar tidak terjadi kekeliruan dalam proses penegakan hukum baik menghukum pihak yang tidak bersalah maupun melepaskan pelaku kejahatan begitu saja.
Karena itu, pengampunan yang diberikan bukan bentuk campur tangan, melainkan pelaksanaan hak prerogatif yang melekat pada Presiden.
Hak Prerogatif Presiden dan Dua Jenis Rehabilitasi
Otto kemudian memaparkan bahwa rehabilitasi dalam hukum Indonesia terbagi menjadi dua bentuk yaitu rehabilitasi yuridis dan rehabilitasi konstitusional.
Rehabilitasi yuridis diberikan ketika pengadilan menyatakan seseorang tidak bersalah sehingga nama baiknya harus diperbaiki.
Sementara itu, rehabilitasi yang diberikan Presiden, menurut Otto, berasal dari kewenangan konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.
“Pertimbangan ini tentunya hanya Presiden yang tahu apa sebabnya dia memberikan itu,” ujarnya.
Baca Juga: Bukittinggi Jadi Kota Terkaya di Sumbar, Wali Kota Berharta Rp30,17 M: PDRB Lampaui Padang