KONTEKS.CO.ID – Pengamat politik Citra Institute, Yusak Farchan, menilai sikap Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), menolak ultumatum Syuriyah kontrakultul Nahdliyin.
"Justru itu, dalam kultur Nahdliyin, kalau Syuriyah sudah berbicara, bahkan sudah menghasilkan keputusan, yang memang hukumnya final dan wajib ditaati," katanya di Jakarta, Senin, 24 November 2025.
Ia menyampaikan, dalam kultur Nahdliyin atau NU, jika sudah diputuskan maka semua tunduk dan taat kepada putusan.
Terlebih lagi, lanjut dia, kedudukan Syuriyah ini sangat strategis atau sentral di PBNU.
"Kan peran Syuriyah di PBNU kan sangat sentral sekali," ucapnya.
Menurut dia, apalagi kalau Rais Aam sudah langsung turun tangan, berarti memang ada persoalan serius di PBNU.
Baca Juga: Analis Politik Urai Alasan Ultimatum Syuriyah Terhadap Gus Yahya Manuver Terstruktur
Mestinya, kata Yusak, Gus Yahya memberikan klarifikasi, terutama soal akuntabilitas pengelolaan keuangan PBNU, karena ini juga masalah yang sangat serius.
"Menurut saya, dalam persepsi politik, ini kan memang pada akhirnya muncul narasi bahwa basis legitimasi moral Gus Yahya sebagai ketua umum PBNU, itu lemah," ujarnya.
Ia menilai demikian, karena sudah adanya putusan Syuriyah yang mengultimatum Gus Yahnya mundur atau dimakzulkan.
"Nah, kalau kita perhatikan pada poin dua putusan, kalau sampai tiga hari ketua umum PBNU tidak mundur [maka dimakzulkan]," katanya.
Baca Juga: Analis Politik Adi Prayitno: Ultimatum Syuriyah Terhadap Ketum PBNU Gus Yahya Seperti Putusan MK
Sedangkan apakah ultimatum pemakzulan itu serta merta berlaku jika Gus Yahnya hari ini tidak mengundurkan diri, Yusak menilai, ultimatur itu otomatis berlaku.
Ia menjelaskan, Syuriyah tidak usah kembali melakukan rapat untuk menonaktifkan atau memakzulkan Gus Yahya.
"Menurut saya, rapat harian yang dimaksud adalah rapat harian sebelumnya, artinya, kalau hari ini Gus Yahya tidak mundur dengan sendirinya, otomatis ya berarti dinoaktifkan," katanya.