Baca Juga: Lenovo Yoga 7i 2-in-1: Laptop Fleksibel dengan Desain Premium dan Performa Andal
Semangat Hari Santri Pada tahun ini kita mengambil tema atau tagline untuk Hari Santri kita: Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Mulia.
Kenapa? Karena Hari Santri itu sendiri ditetapkan dengan merujuk kepada Resolusi Jihad yang diumumkan oleh Nahdlatul Ulama pada tanggal 22 Oktober 1945; seruan Perang Sabil untuk menolak upaya penjajah untuk kembali menjajah Tanah Air ini, untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Maka semangat dasar dari Hari Santri itu adalah semangat untuk mempertahankan, menjaga, membela, dan terus memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia, cita-cita Negara Proklamasi.
Presiden Prabowo Subianto pada suatu kesempatan mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu diproklamasikan di Jakarta dan ujian pertama terjadi di Surabaya, yaitu dengan Perang Surabaya menghadapi Sekutu yang membawa NICA datang untuk menjajah kembali di Indonesia ini.
Dan kita bisa katakan: yang mengerjakan ujiannya itu adalah santri. Saya kira itu pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan dengan 22 Oktober sebagai Hari Santri; semangatnya adalah mengawal Indonesia merdeka.
Visi peradaban mulia Indonesia merdeka itu bukan hanya sekadar mengumumkan kemerdekaan kita sendiri saja, bukan hanya sekadar mengklaim Nusantara ini sebagai wilayah milik kita sendiri. Bukan sekadar itu. Tapi kita bisa lihat bahwa visi Negara Proklamasi, visi dari Indonesia merdeka itu sebetulnya adalah visi tentang peradaban yang mulia bagi seluruh umat manusia.
Ini dengan jelas bisa kita lihat, misalnya, di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di paragraf pertamanya saja sudah langsung dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Hak segala bangsa. Ini menunjukkan bahwa klaim kemerdekaan itu, oleh Indonesia ini, bukan klaim hanya untuk bangsa Indonesia saja, tapi klaim kemerdekaan untuk segala bangsa. Dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Jelas sekali bahwa ini adalah visi tentang peradaban yang lebih mulia bagi seluruh umat manusia; peradaban yang diwarnai dengan kesetaraan martabat di antara bangsa-bangsa; peradaban yang diteguhkan di dalamnya keadilan bagi seluruh umat manusia. Ini jelas merupakan visi tentang peradaban mulia bagi seluruh umat manusia.
Baca Juga: Komjak Bakal Panggil Ulang Kejari Jaksel Terkait Eksekusi Silfester Matutina
Maka kita ingin menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama dengan segenap santri-santri yang menjadi kader-kadernya, yang hidup dalam jamaahnya, menjadi warganya, kita semua, ingin mengabdikan diri untuk mengawal Indonesia merdeka ini menuju cita-cita dasarnya, yaitu mewujudkan peradaban yang mulia bagi seluruh umat manusia.
Hari Santri 2025 terdesentralisasi Bapak Ibu, saudara-saudara sekalian. Hari Santri kita tahun ini—setelah kita lakukan diskusi dengan segenap pengurus; beberapa waktu yang lalu digelar rapat gabungan syuriah dan tanfidziyah untuk membicarakan Hari Santri ini—kita sampai pada keinginan untuk melaksanakan peringatan Hari Santri ini dalam bentuk dan warna yang agak berbeda dari yang lalu-lalu.
Kalau biasanya kemarin-kemarin kita mengadakan peringatan Hari Santri nasional ini dengan model yang cenderung terpusat, dengan satu event besar diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dengan apel besar, dengan berbagai macam inisiatif,—pernah ada, misalnya, kirab bendera merah putih dari ujung ke ujung wilayah Indonesia; ini semuanya kegiatan-kegiatan yang memang bernuansa terpusat—untuk tahun ini, kita ingin supaya lebih bisa lebih semarak penyelenggaraan peringatan Hari Santri ini, maka kita arahkan agar peringatan Hari Santri diselenggarakan secara tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Baca Juga: 'Agak Laen', Boni Hargens Sebut Tak Ada Korupsi di Proyek Kereta Cepat Whoosh