KONTEKS.CO.ID - Agar Undang-Undang Perampasan Aset tidak menjadi alat kriminalisasi yang sewenang-wenang, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap mengusulkan agar undang-undang tersebut diikat dengan dua instrumen kontrol yang kuat, yakni Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak.
Menurut Yudi, dua dokumen ini harus menjadi standar atau patokan utama dalam proses perampasan aset.
Untuk penyelenggara negara, LHKPN harus ditingkatkan fungsinya dari sekadar kewajiban administratif menjadi instrumen penindakan.
"Saya berharap bahwa LHKPN ini menjadi instrumen bahwa ketika ada harta yang tidak dilaporkan dalam LHKPN, maka penegak hukum melalui proses peradilan itu bisa untuk kemudian merampas asetnya," jelas Yudi dalam video yang tayang di kanal Youtube Bambang Widjojanto pada Jumat, 26 September 2025.
Baca Juga: Jelang HUT Ke-80 TNI, Berikut Daftar Lengkap 5 Alutsista yang Dibeli Prabowo dan Bakal Tiba di 2026
Sementara itu, untuk pihak swasta atau non-penyelenggara negara, SPT Pajak harus menjadi acuannya.
Ketika ditemukan seseorang memiliki aset yang nilainya jauh melampaui penghasilan yang dilaporkan di SPT, maka aset tersebut dapat menjadi objek gugatan perampasan oleh negara.
Yudi menegaskan, penggunaan LHKPN dan SPT sebagai dasar akan menciptakan proses yang lebih terukur dan akuntabel.
Baca Juga: Demo 30 September 2025, Jumhur Hidayat Minta Buruh Tak Ikut Terlibat: Fokus Revisi UU Ciptaker
Selama ini, LHKPN hanya bersifat self-assessment dan sanksinya administratif, sehingga tidak memberikan efek jera.
Pengalaman Yudi di KPK menunjukkan bahwa para koruptor seringkali hanya melaporkan aset yang mereka anggap "bersih" dan tidak mencurigakan.
Dengan adanya UU Perampasan Aset yang baru, LHKPN tidak lagi hanya menjadi formalitas. Ketidakjujuran dalam pelaporan dapat menjadi pintu masuk bagi penegak hukum untuk menerapkan mekanisme beban pembuktian terbalik.
Baca Juga: Ungkap Rahasia HP Rp2 Jutaan Galaxy A17, Salah Satunya Dipersenjatai AI dan Kamera 50 MP Anti-Goyang
Pemilik aset harus mampu membuktikan asal-usul hartanya yang tidak dilaporkan tersebut. Tanpa kedua instrumen ini sebagai jangkar, Yudi khawatir penerapan UU Perampasan Aset akan menjadi liar dan rawan disalahgunakan untuk menarget lawan politik atau melakukan pemerasan.***