KONTEKS.CO.ID – Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar) menyatakan berwenang menggugat Hamad Saleh, warga negara Arab Saudi untuk menceraikan pasangannya, warga negara Indonesia (WNI).
"Kejaksaan Negeri Jakarta Barat memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan ini." kata Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta, Rabu, 13 Agustus 2025.
Ia menjelaskan, kedudukan hukum (legal standing) tersebut berdasarkan Staatsblad 1922 Nomor 522, Pasal 123 Ayat (2) HIR, serta merujuk Pasal 18 Ayat (2) dan Pasal 30C huruf F Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Baca Juga: Perceraian Arya Saloka dan Putri Anne Berlanjut, Sidang Pembuktian Digelar Tanpa Kehadiran Keduanya
Menurut Anang, ketentuan tersebut memberi kewenangan kepada jaksa untuk bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) dalam perkara perdata untuk dan atas nama negara, pemerintah, maupun kepentingan umum.
JPN Kejari Jakbar bertindak sebagai Penggugat berdasarkan kuasa dari Kepala Kejari Jakbar, Hendri Antoro yang diwakili oleh Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun), Anggara Hendra Setya beserta tim.
Dalam perkara ini, lanjut Anang, JPN Kejari Jakbar mengajukan gugatan pembatalan perkawinan terhadap seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang menikah dengan Warga Negara Asing (WNA) asal Arab Saudi.
Baca Juga: Andre Taulany Tolak Anak Hadir di Sidang Cerai, Ada Apa Sebenarnya di Balik Gugatan Ini?
"Tergugat I Hamad Saleh dan Tergugat II Alifah, serta Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Cengkareng selaku Turut Tergugat," ujarnya.
Ia mengungkapkan, dalam perkara ini, JPN bertindak untuk melindungi kepentingan umum, khususnya korban yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus perkawinan rekayasa.
Permohonan pembatalan perkawinan diajukan berdasarkan informasi dari Atase Hukum KBRI Riyadh yang mengindikasikan adanya dugaan TPPO, di mana korban seorang WNI diduga dieksploitasi oleh pasangannya.
"Hasil pemeriksaan awal JPN, mengungkap adanya indikasi bahwa perkawinan tidak dilaksanakan sesuai prosedur hukum," ujarnya.
Perkawinan tersebut diduga tak sesuai ketentuan Pasal 22 dan Pasal 26 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.