KONTEKS.CO.ID - Di tengah maraknya kasus kekerasan yang melibatkan oknum anggota TNI, alih-alih mempercepat reformasi di tubuh TNI, TNI justru membentuk enam Kodam baru yang akan diresmikan pada Minggu, 10 Agustus 2025.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai langkah itu sebagai kemunduran dalam reformasi TNI yakni restrukturisasi komando teritorial (koter) yang merupakan amanat Reformasi 1998.
"Selain pembentukan kodam baru ini berpotensi menyedot anggaran negara dalam jumlah besar, pembentukan kodam baru juga tidak relevan di tengah perkembangan lingkungan strategis regional maupun internasional," sebutnya dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu 9 Agustus 2025.
Penting untuk diingat bahwa keberadaan kodam erat kaitannya dengan peran sosial-politik (Dwifungsi) di mana kodam/koter lebih berfungsi sebagai alat penunjang kekuasaan Orde Baru ketimbang fungsi pertahanan.
Sehingga, ketika peran Dwifungsi TNI pada awal reformasi dihapus maka sekaligus pula upaya restrukturisasi koter/kodam dilakukan di seluruh Indonesia.
"Kami memandang penambahan jumlah Kodam adalah wujud nyata penguatan dan perluasan Koter TNI. Struktur itu kini berfungsi layaknya instrumen pengawasan sosial dan politik masyarakat, mengaburkan batas antara fungsi pertahanan dan kontrol sipil," terangnya.
Dengan tidak dilakukannya pengurangan atau restrukturisasi koter, sejatinya pemerintah telah mengkhianati reformasi 1998 dan semakin menunjukkan adanya upaya terang-terangan mengembalikan Dwifungsi TNI dan Orde Baru.
"Untuk itu, kami mendesak pemerintah untuk menjalankan amanat reformasi 1998 dengan menghentikan penambahan Kodam baru," tegasnya.
Sebelumnya diwartakan, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah resmi menunjuk enam jenderal bintang dua TNI AD untuk memimpin Komando Daerah Militer (Kodam) baru.
Penunjukan keenam perwira tinggi (Pati) TNI AD tersebut berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1033/VIII/2025.
Keenam daftar nama Pati tersebut yaitu;