KONTEKS.CO.ID - Pemerintah resmi mencoret lebih dari 8 juta warga dari daftar Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN).
Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik dan analis mengenai kriteria pencoretan serta dampaknya terhadap kelompok masyarakat miskin dan rentan.
Pemutakhiran data penerima PBI JKN dilakukan berdasarkan sistem baru, yakni Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang menggantikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Salah satu indikator utama adalah validitas Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK yang tidak aktif secara otomatis menyebabkan nama warga tak terdata di DTSEN.
"Ini tentunya sepakat dengan dukcapil NIK tidak aktif orang itu tidak ada di DTSEN ini merupakan proses melakukan rekon dan perapihan agar sinkron dan koheren," jelas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar di Jakarta, melansir Kamis 17 Juli 2025.
Selain itu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menjelaskan bahwa pencoretan dilakukan berdasarkan hasil verifikasi lapangan bersama Badan Pusat Statistik (BPS).
Sebanyak 2 juta warga ditemukan tidak lagi layak menerima bantuan.
"Apa pertimbangannya? Pertama hasil ground check kami. Kami turun ke lapangan dengan SDM yang kami miliki bersama BPS kepada penerima-penerima manfaat ini. Maka kemudian, ada 2 juta lebih ternyata dia sebenarnya tidak berhak menerima PBI," ujar Gus Ipul.
Ditambah lagi, sebanyak 7 juta lebih orang berada dalam desil 5 ke atas dalam pemeringkatan DTSEN, yang dianggap tidak memenuhi syarat menerima PBI JKN.
"Kita lihat satu persatu desil 1 sampai 4. Tapi desil 5 dan seterusnya kita anggap tidak layak mendapatkan PBI. Maka kemudian jumlahnya ketemu 7 juta lebih, tambahan 800 ribu jadi 8 juta lebih sekarang (tidak layak PBI)" tutupnya.
Baca Juga: Skandal Seks dan Korupsi Guncang Thailand, Puluhan Biksu Dipaksa Lepas Jubah
Kritik dari Para Analis
Beberapa analis menyuarakan kekhawatiran terhadap proses pemutakhiran data ini.