nasional

Mengenal Sejarah Burung Garuda, Pancasila, dan Mitologinya

Minggu, 1 Juni 2025 | 15:55 WIB
Hari Lahir Pancasila 1 Juni dan sejarah singkat burung Garuda jadi Lambang Negara (Freepik/freepik)



KONTEKS.CO.ID
- Setiap tanggal
1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila, momen bersejarah ketika dasar negara Indonesia pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada 1945.

Tentu saja yang tidak bisa dipisahkan dari semangat Pancasila adalah lambang negara Garuda Pancasila, yang turut menjadi simbol identitas dan jati diri bangsa.

Burung Garuda yang mengusung perisai berlambang lima sila di dadanya bukan sekadar representasi visual, tetapi memiliki makna filosofis yang dalam serta perjalanan sejarah yang panjang.

Baca Juga: Cara Manfaatkan Terabox untuk Penyimpanan Ponsel

Apakah Burung Garuda Itu Nyata?

Burung Garuda dalam lambang negara bukanlah spesies burung yang nyata seperti dalam dunia zoologi, tetapi makhluk mitologis yang dikenal dalam ajaran Hindu dan Buddha.

Dalam mitologi Hindu, Garuda adalah tunggangan Dewa Wisnu, salah satu dewa utama dalam Trimurti.

Ia digambarkan sebagai makhluk setengah burung setengah manusia, bersayap lebar, dan berkekuatan luar biasa.

Sementara dalam tradisi Buddha, Garuda dikenal sebagai penguasa langit dan raja dari segala burung.

Kisah-kisahnya banyak termuat dalam naskah Mahabharata dan Purana, dua kitab besar dalam literatur India kuno.

Baca Juga: Tiga WNI Nekat Masuk ke Mekkah untuk Berhaji Secara Ilegal Lewat Gurun, Seorang Meninggal Dunia

Garuda dan Filosofi Kekuatan Nusantara

Di luar kisah mitologis, Garuda sering diidentikkan dengan elang Jawa, burung endemik Indonesia yang dikenal akan ketajaman penglihatan dan keberaniannya.

Karakteristik inilah yang membuat burung Garuda dipilih sebagai lambang kekuatan, keberanian, pengetahuan, kesetiaan, dan kebajikan — nilai-nilai luhur yang diharapkan ada dalam jiwa bangsa Indonesia.

Sejarah Penetapan Garuda sebagai Lambang Negara

Gagasan untuk menggunakan burung Garuda sebagai lambang negara datang dari Sultan Hamid II, seorang perancang lambang negara yang juga Menteri Negara Zonder Portofolio dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS). Usulan ini kemudian diterima dan disahkan pada 15 Februari 1950oleh Presiden Soekarno.

Baca Juga: Survei IPO: Mayoritas Warga Nilai Pelaksanaan MBG Memuaskan

Halaman:

Tags

Terkini