KONTEKS.CO.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 berlangsung sesuai jadwal sebelumnya, yakni tanggal 27 November 2024.
Putusan ini menyertai pembacaan putusan MK yang menolak seluruh permohonan Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan atas pengujian Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
Sidang Pengucapan Putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024 ini berlangsung di Ruang Sidang Pleno MK, Kamis 29 Februari 2024. Pimpinan sidangnya sendiri adalah Ketua MK Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh mengatakan, hal ini penting karena tahapan penyelenggaraan pilkada yang telah tertentukan ternyata membawa implikasi terhadap makna keserentakan pilkada secara nasional.
Daniel menyebutkan Mahkamah perlu menegaskan kembali berdasarkan Pasal 201 ayat (8) UU Pilkada yang menyatakan, “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terlaksanakan pada bulan November 2024”.
Karena itu, sambung Daniel, pilkada harus dilakukan sesuai jadwal termaksud secara konsisten untuk menghindari adanya tumpang tindih tahapan-tahapan krusial Pilkada Serentak 2024 dengan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai.
Dengan kata lain, mengubah jadwal dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan Pilkada Serentak. Oleh karenanya dalil-dalil para Pemohon tersebut tidak beralasan menurut hukum.
“Dalam provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan dari perkara ini.
Caleg Maju Pilkada Serentak 2024
Terkait status calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang maju ke bursa calon pemimpin daerah, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, menyebutkan status calon anggota DPR, DPD dan DPRD yang terpilih sesungguhnya belum melekat hak dan kewajiban konstitusional yang berpotensi dapat tersalahgunakan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, kata dia, jika hal ini terkaitkan dengan kekhawatiran para Pemohon sebagai pemilih yang berpotensi tidak mendapatkan jaminan adanya pemilihan kepala daerah yang berdasarkan pada pelaksanaan yang memberi rasa keadilan bagi para pemilih, maka kekhawatiran demikian adalah hal yang berlebihan.
Daniel beralasan, jika tercermati berkenaan dengan sequence waktu yang ada saat ini, masih terdapat selisih waktu antara pelantikan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpilih dengan Pilkada Serentak.
Pilkada Serentak 2024 hingga saat ini terjadwalkan akan terselenggara pada 27 November 2024. Dengan demikian, tegas dia, belum relevan untuk memberlakukan syarat pengunduran diri bagi calon anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Namun, lanjut Daniel, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempersyaratkan bagi calon tersebut untuk membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah terlantik secara resmi sebagai anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD apabila tetap ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"