• Senin, 22 Desember 2025

Garuda Indonesia dan Citilink Target Punya 100 Pesawat Aktif di Akhir Tahun

Photo Author
- Selasa, 22 April 2025 | 09:45 WIB
Kemenag protes keras penerbangan Garuda Indonesia memulangkan jemaah haji delay kembali. Foto: Garuda Indonesia
Kemenag protes keras penerbangan Garuda Indonesia memulangkan jemaah haji delay kembali. Foto: Garuda Indonesia

KONTEKS.CO.ID - Garuda Indonesia dan anak perusahaannya, Citilink, menargetkan punya 100 pesawat yang beroperasi pada akhir tahun ini.

Hal itu dikatakan CEO Garuda, Wamildan Tsani, seperti dilansir dari Bisnis Indonesia.

Dia juga menginformasikan berdasarkan data dari modul armada ch-aviation, Garuda Indonesia dan Citilink total mengoperasikan 90 pesawat.

Tsani mengatakan pihaknya tengah menjajaki semua opsi untuk menambah armada, termasuk melalui skema wet lease dan dry lease.

Ia menyebutkan akuisisi tiga unit B737-800 melalui dry lease dalam beberapa bulan terakhir sebagai salah satu contohnya.

Namun, cara utama untuk membangun kembali jumlah pesawat yang aktif adalah dengan mengaktifkan kembali pesawat-pesawat yang sedang tidak beroperasi.

Tsani menambahkan bahwa dua pesawat B737-800 lainnya akan kembali beroperasi pada kuartal ini setelah sebelumnya tidak digunakan karena alasan perawatan.

Garuda Indonesia saat ini memiliki 21 pesawat yang tidak beroperasi, termasuk empat A330-200, sembilan A330-300, dua A330-900N, empat B737-800, dan dua B777-300ER.

Namun, beberapa di antaranya—seperti empat pesawat berbadan lebar Airbus yang menjadi objek sengketa panjang dengan pihak lessor—kemungkinan besar tidak akan kembali terbang untuk Garuda Indonesia.

Citilink memiliki 23 pesawat yang tidak aktif, termasuk tiga belas A320-200, lima A320-200N, satu A330-300, enam ATR72-600, dan satu B737-500.

Beberapa di antaranya, seperti B737-500, juga tidak akan dioperasikan kembali oleh maskapai tersebut.

Melemahnya nilai tukar rupiah semakin mendorong opsi reaktivasi pesawat yang ada dibandingkan membeli atau menyewa pesawat baru.

Rupiah baru-baru ini merosot ke level terendah dalam hampir tiga dekade, dipicu oleh ketidakstabilan politik domestik dan perubahan tarif dari Amerika Serikat.

Tsani mengatakan biaya sewa satu pesawat mencapai sekitar USD300 ribu atau sekitar Rp5 miliar per bulan, yang menjadi beban berat saat nilai tukar mata uang lokal sedang lemah.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ari DP

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X