KONTEKS.CO.ID – Penyakit Chikungunya adalah penyakit menular akibat infeksi virus Chikungunya (CHIKV), yang berasal dari gigitan nyamuk Aedes. Penyakit ini pertama kali muncul di Tanzania pada tahun 1952 dan sejak itu telah menyebar ke berbagai wilayah di dunia, termasuk Amerika Latin, Asia, dan beberapa wilayah Afrika.
Penyebab Chikungunya
Penyakit Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Nyamuk ini juga menjadi salah satu penyebab penularan bagi penyakit demam berdarah dan Zika. Infeksi umumnya terjadi saat nyamuk ini menggigit orang yang telah terinfeksi sebelumnya dan kemudian menularkan virus kepada orang lain.
Chikungunya dapat mengenai siapa saja, tetapi risiko lebih tinggi terjadi pada bayi baru lahir, orang lanjut usia (di atas 65 tahun), dan individu dengan kondisi medis lainnya, seperti hipertensi, atau penyakit jantung.
Gejala Chikungunya
Pada beberapa kasus, Chikungunya dapat tidak menimbulkan gejala apa pun. Namun, mayoritas penderita akan mengalami gejala dalam waktu 3-7 hari setelah tergigit oleh nyamuk pembawa virus. Gejala yang umumnya muncul adalah demam hingga 39°C. ruam kemerahan, nyeri otot dan sendi, sakit kepala, lemas dan mual
Gejala-gejala ini biasanya membaik dalam satu minggu. Namun, terkadang nyeri sendi dapat berlangsung hingga berbulan-bulan. Meskipun jarang, Chikungunya yang parah juga dapat menyebabkan kelumpuhan sementara.
Pengobatan Chikungunya
Tidak ada pengobatan khusus untuk Chikungunya, karena penyakit ini akan sembuh dengan sendirinya. Gejala biasanya mereda dalam 1-2 minggu, tetapi nyeri sendi dapat berlanjut hingga beberapa bulan atau lebih.
Pengobatan Chikungunya adalah untuk meredakan gejala. Dokter dapat meresepkan obat antiradang atau obat penurun demam untuk mengurangi nyeri sendi dan demam. Banyak minum dan beristirahat cukup juga dapat membantu pasien untuk cepat sembuh
Karena gejala Chikungunya mirip dengan demam berdarah. Pasien yang diduga terkena Chikungunya harus menghindari penggunaan aspirin atau obat antiinflamasi non-steroid sampai diagnosis demam berdarah dapat disingkirkan. Setelah diagnosis tegak, pasien dengan nyeri sendi yang persisten dapat mempertimbangkan obat antiinflamasi non-steroid dan kortikosteroid, serta terapi fisik untuk mengurangi gejalanya.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"